Pembentuk UU Jelaskan Rasionalitas Perppu 1/2020 Saat Disahkan
Utama

Pembentuk UU Jelaskan Rasionalitas Perppu 1/2020 Saat Disahkan

DPR diminta mengawal pelaksanaan Perppu 1/2020 penanganan Covid-19 dan dampaknya yang mengancam perekonoiman nasional dan sistem stabilitas keuangan nasional. Dalam lima catatannya, PSHTN FHUI menyimpulkan pelaksanaan Perppu 1/2020 potensi besar disalahgunakan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Dalam pandangan akhirnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan banyak negara melakukan langkah luar biasa dengan meningkatkan defisit APBN mencapai 10 persen. Begitu pula kebijakan moneter melonggarkan regulasi di sektor sistem keuangan.

 

Pemerintah Indonesia pun menempuh langkah luar biasa terhadap ancaman Covid-19 di bidang kesehatan dan perlindungan masyarakat melalui jaringan pengaman sosial. Dalam pengambilan kebijakan langkah luar biasa oleh pemerintah dan lembaga terkait perlu dipayungi produk hukum yang memadai di tengah kegentingan memaksa.

 

“Setelah mendapat berbagai masukan dan pertimbangan, pemerintah yakin menerbitkan produk hukum untuk mengatasi kegentingan yang memaksa adalah dengan Perppu dengan mendasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945,” kata Sri Mulyani.

 

Bagi Sri Mulyani, melalui berbagai pertimbangan dan sejumlah faktor, akhirnya Presiden Joko Widodo menggunakan haknya dengan menerbitkan Perppu 1/2020 pada 31 Maret lalu. Tujuannya memberikan landasan hukum bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan luar biasa di sektor kesehatan dan keuangan. Kemudian produk hukum ini sebagai bentuk implikasi dan antisipasi terhadap ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan negara.

 

Pemerintah dalam Perppu 1/2020 diberikan kewenangan dalam penyesuaian batas standar 3 persen defisit. Tujuannya agar pemerintah dapat menyediakan pendanaan anggaran bagi sektor kesehatan, jaringan pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian nasional. Terutama bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta menjaga stabilitas keuangan negara.

 

“Sementara penerimaan negara mengalami penurunan. Kewenangan defisit anggaran tidak sewenang-wenang dan sembrono. Tetapi untuk menentukan defisit, tidak dapat diprediksi kapan berakhir serta dampak buruk terhadap perekonomian dan sosial kita,” kata dia.

 

Dia meyakinkan DPR, bahwa pengambilan kebijakan melalui Perppu 1/2020 ini dilakukan dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan integritas. Menurutnya, kewenangan pembatasan defisit 3 persen berlaku maksimal sampai akhir 2022. Namun, bukan tidak mungkin kurang dari satu tahun dengan catatan recovery perekonomian dapat berjalan dengan cepat seusai masa pandemi Covid-19.

Tags:

Berita Terkait