Dalam konteks ini, AI muncul sebagai asisten virtual yang sangat berharga. Misalnya, adanya akses ke basis data ilmiah yang luas, algoritma berbasis AI dapat memindai literatur, dapat mengidentifikasi gap penelitian, menyarankan topik dan pertanyaan kepada peneliti. Melalui analisisnya, AI dapat memberikan rekomendasi berdasarkan tren penelitian terkini, memastikan bahwa ide yang diusulkan relevan sesuai dengan kebutuhan terkini.
“AI menghadirkan peluang untuk mengatasi akar penyebab dari banyak masalah yang kita hadapi di dunia pendidikan. AI dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran sekaligus mendukung kebutuhan siswa secara individu dengan lebih baik,” jelasnya.
Dalam menghadapi perkembangan kecerdasan buatan yang semakin pesat ini, Yusuf menekankan penting bagi dosen di perguruan tinggi untuk selalu memperbarui pengetahuan dan pemahaman mereka tentang AI.
“Dosen perlu memanfaatkan AI dalam penelitian, perkuliahan, pembelajaran, dan IBLAM perlu memfasilitasi pembelajaran dan pemanfaatan AI tersebut,” kata dia.
Ia juga tidak menampik adanya gap atau jarak antara pengetahuan teknologi mahasiswa dengan dosen. Mahasiswa bisa berselancar dengan mudah menggunakan AI, sehingga dosen yang tidak mengikuti perkembangan teknologi dapat “ditipu” begitu saja oleh mahasiswa yang melek teknologi.
Untuk dapat menyelaraskan keduanya, maka dosen harus mengikuti perkembangan teknologi, salah satunya dengan memahami penggunaan AI. Dosen juga dapat mendeteksi sebuah karya tulis maupun tugas sehari-hari mahasiswa hasil dari AI atau tidak, yang tentunya ia dituntut harus memiliki pemahaman soal teknologi terlebih dahulu.
“Sebagai salah satu mengefisiensikan pekerjaan, AI dapat menunjang fungsi tri dharma perguruan tinggi, khususnya dalam pembuatan jurnal dan pengabdian masyarakat,” ungkapnya.