Pasca Putusan MK: Masih Adakah Organisasi Berdasarkan UU Advokat dan SKMA?
Kolom

Pasca Putusan MK: Masih Adakah Organisasi Berdasarkan UU Advokat dan SKMA?

Perlu keberanian untuk mengalahkan diri sendiri, melepaskan ego, kepentingan diri maupun lembaga demi menciptakan pondasi tatanan hukum yang adil bertanggung jawab bagi bangsa dan negara Republik Indonesia.

Bacaan 2 Menit

 

Pada tanggal 28 Nopember 2019, Mahkamah Konstitusi RI dalam Pertimbangan Putusan No 35/2018 menyatakan sebagai berikut:

  1. Bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat sesungguhnya telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas oleh Mahkamah, yakni Peradi yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006], yang memiliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat untuk menjalankan 8 (delapan) kewenangan organisasi;
  2. Bahwa berkaitan dengan organisasi-organisasi advokat lain (harus dibaca sebagai badan perkumpulan perdata organisasi profesi advokat) yang secara de facto saat ini ada, hal tersebut tidak dapat dilarang mengingat konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.  

 

Tetapi, putusan itu harus dibaca, organisasi-organisasi profesi advokat tersebut tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan 8 jenis kewenangan sebagaimana diuraikan pada butir angka (1) di atas. Hal tersebut telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya yang berkaitan dengan organisasi advokat yang dapat menjalankan 8 (delapan) kewenangan dimaksud. (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011)

 

Penafsiran hukum yang keliru atas Surat Ketua Mahkamah Agung RI No 073 tersebut, sangat merusak tatanan hukum secara umum dan khususnya tentang pengertian apa yang dimaksud dengan badan hukum perkumpulan perdata, badan hukum organisasi kemasyarakan serta tata urutan peraturan perundangan. Hal ini karena fakta yang terjadi saat ini proses seorang menjadi advokat ada 2 pijakan yang dipakai, yaitu calon yang diangkat sebagai advokat yang mengikuti proses dan persyaratan sesuai  UU 18/ 2003 melalui organisasi advokat sebagai organ negara yaitu Peradi.

 

Kedua, calon yang diurus sebagai advokat (tidak jelas apakah diadakan pengangkatan advokat terlebih dahulu padahal bukan kewenangannya) oleh suatu perkumpulan perdata yang menamakan diri sebagai organisasi profesi advokat berdasarkan Akta Pendirian Badan Hukum Perkumpulan perdata biasa, dengan pijakan dan euforia Surat Ketua Mahkamah Agung RI No 073/ 2015. (yaitu Surat Internal KMA kepada KPT seluruh Indonesia tentang pelaksanaan sumpah advokat boleh diajukan oleh semua organisasi profesi, tidak terurai kalimat pengangkatan advokat di dalamnya).

 

Kesimpulan

Advokat adalah sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundangan, sehingga negara harus turun tangan membenahi kewibawaan hukum dan peraturan perundangan RI karena advokat sebagai penegak hukum juga mempunyai tugas turut dalam pembangunan hukum di Indonesia.

 

Sebagaimana telah tegas dipertimbangkan oleh Putusan MKRI No 035/2018 tertanggal 28 Nopember 2019 yang intinya menyatakan bahwa Peradi sebagai organisasi advokat yang mempunyai 8 Kewenangan yang dijamin oleh UU Advokat, maka sudah saatnya dan sekarang juga Mahkamah Agung RI mencabut kembali  atau setidaknya memberi pengertian bahwa maksud Surat Ketua Mahkamah Agung RI No 073/2015.

Tags:

Berita Terkait