Ormas Penerima Izin Pertambangan Berpotensi Mewarisi Kerusakan Lingkungan dan Konflik Sosial
Utama

Ormas Penerima Izin Pertambangan Berpotensi Mewarisi Kerusakan Lingkungan dan Konflik Sosial

Industri ekstraktif secara kasat mata merusak lingkungan hidup dan menimbulkan konflik di masyarakat. Ada peluang ke depan izin pertambangan tak hanya diberikan kepada ormas keagamaan tapi juga ormas lainnya seperti kepemudaan, atau malah komunitas hobi.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi Wilayah usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi Wilayah usaha pertambangan. Foto: RES

Regulasi yang dirancang, dibahas, atau terbit di akhir masa periode pemerintahan Joko Widodo seolah tak pernah berhenti menimbulkan polemik. Salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Beleid itu mengukir sejarah karena kali pertama pemerintah membuka ruang untuk memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan. Kebijakan itu mendapat sorotan tajam kalangan masyarakat sipil, bahkan sebagian besar ormas keagamaan sudah menyatakan menolak untuk menerima IUPK tersebut.

Direktur  Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen melihat wilayah yang akan diberikan kepada ormas keagamaan yakni bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang sebelumnya dimiliki perusahaan. Secara kasat mata, dapat dilihat dengan jelas bahwa industri ekstraktif seperti batubara berdampak buruk terhadap lingkungan hidup dan konflik di masyarakat. Konsesi yang diberikan itu juga tidak berada di atas lahan kosong, tapi sudah ada penghuninya.

“Tak jarang konflik agraria yang terjadi akibat perizinan sepihak ini disertai kriminalisasi terhadap pihak yang menolak pertambangan,” ujarnya dalam media briefing yang diselenggarakan Walhi bertema ‘PP No 25/2024: Apa Bahaya Sesungguhnya Dari Isu Tambang Untuk Ormas’, Kamis (13/6/2024).

Baca juga:

Menurut pria biasa disapa Ikin itu, Ormas keagamaan yang mau menerima IUPK akan menerima risiko berupa pencemaran lingkungan hidup dan konflik sosial. Bahkan berhadapan dengan masyarakat yang terlibat konflik agraria karena wilayahnya masuk dalam wilayah konsesi. Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan konflik tidak pernah diselesaikan dengan baik.

“Ini jebakan kekuasaan yang ujungnya berpotensi menimbulkan konflik horizontal,” ujarnya.

Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo mencatat wilayah konsesi yang akan diberikan kepada ormas keagamaan yakni Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Sebab kedua wilayah itu terdapat paling banyak PKP2B. Walhi keberatan dengan PP 25/2024, karena lahan konsesi bekas PKP2B yang sebelumnya dikantongi perusahaan masih menyisakan kasus yang belum tuntas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait