Ormas Penerima Izin Pertambangan Berpotensi Mewarisi Kerusakan Lingkungan dan Konflik Sosial
Utama

Ormas Penerima Izin Pertambangan Berpotensi Mewarisi Kerusakan Lingkungan dan Konflik Sosial

Industri ekstraktif secara kasat mata merusak lingkungan hidup dan menimbulkan konflik di masyarakat. Ada peluang ke depan izin pertambangan tak hanya diberikan kepada ormas keagamaan tapi juga ormas lainnya seperti kepemudaan, atau malah komunitas hobi.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Izin usaha untuk bidang usaha ekstraktif harusnya ketat, tidak bisa diberikan sembarangan sebab dampak industri ini sangat merusak. Justru yang dilakukan pemerintah malah sebaliknya, perizinan dipermudah bahkan diberikan kepada ormas.

“Apa ada jaminan ke depan pemerintah tidak akan memberikan hal yang sama kepada ormas selain keagamaan? Misal ormas kepemudaan atau bahkan komunitas (hobi,-red) motor,” tutupnya.

Ormas bukan lembaga bisnis

Terpisah, anggota Komisi VI DPR Subardi berpandangan pemberian IUPK bagi Ormas Keagamaan tak memiliki urgensi. Malahan bersifat diskriminatif. Masalahnya, terdapat banyak Ormas lain di luar bidang keagamaan yang notabene keberadaanya bukan lembaga ekonomi. Nah, eksistensi ormas merujuk UU No.17 Tahun 2013 merupakan organisasi nirlaba yang bersifat mandiri dan sosial.

“Apa urgensinya?. Ormas diatur dalam UU Ormas dan itu bukan lembaga bisnis. Ormas apapun itu tidak berbisnis. Ketika Pak Menteri memberikan prioritas kepada ormas keagamaan, berarti ada diskriminasi,” ujarnya dalam raker Komisi VI dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM sebagaimana dikutip dari laman DPR .

Dia menilai, kontribusi ormas keagamaan diakui amat besar bagi bangsa. Tapi pemberian izin tambang bukan soal kontribusi ormas kepada bangsa, melainkan tuntutan profesionalisme dalam pengelolaan tambang. Subardi malah mempertanyakan pengalaman ormas di sektor tambang.

“Karena konsesi tambang bukan sebatas izin di lembaran kertas. Ada proses yang panjang. Ada tuntutan profesional, tuntutan modal, lingkungan, dan sebagainya. Kalau ormas, selama ini kan tidak pernah ngurusi tambang,” ujarnya.

Baginya, konsesi tambang bukanlah sebatas izin di lembaran kertas  semata. Namun terdapat proses panjang yang dilalui. Seperti adanya tuntutan profesional, modal hingga lingkungan. Merujuk Pasal 83A Ayat 6 PP 2/2024, jangka waktu pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) berlaku selama 5 tahun. Aturan tersebut hanya memberikan izin tambang untuk enam ormas keagamaan. Jumlah ini mewakili semua agama resmi di Indonesia.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menilai, pada akhirnya Ormas penerima izin tambang bakal menjadi kontraktor tambang. Pasalnya, lahan yang diberikan bakal dikelola kembali oleh pihak ketiga. “Akhirnya apa yang terjadi? Ya jual kertas, jual lisensi, jual izin. Apakah kita akan berbisnis seperti itu?" imbuhnya.

Sementara itu, menurut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, ormas yang mendapat izin konsesi tambang untuk mengoptimalkan kebutuhan organisasi. Izin tersebut akan dikerjakan oleh kontraktor berpengalaman di bidang tambang.

Menurut dia, ormas yang sudah menerima izin tidak bisa memberikan izin tersebut ke pihak lain. Bila ormas menolak jatah izin tambang, pemerintah bakal melelang izin tambang berupa komoditas mineral dan batubara itu.

Tags:

Berita Terkait