Nasib Karyawan Great River Semakin Tidak Jelas
Berita

Nasib Karyawan Great River Semakin Tidak Jelas

Lengkap sudah penderitaan yang dialami para pekerja PT Great River Internasional, Tbk (GRI). Upaya mereka memperoleh pembayaran upah dan hak-hak normatif lainnya yang tertunda sejak 2004 lalu terancam hanya karena ketidakjelasan alamat GRI.

CRK
Bacaan 2 Menit

 

Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Hubungan Industrial, Kamis (1/3), hakim masih mempermasalahkan alamat GRI yang tidak jelas. Padahal, sekitar 80 orang (Penggugat) yang mewakili lebih dari lima ribu pekerja PT GRI yang tersebar di Bekasi, Purwakarta, Bogor, dan Jakarta berharap ada kejelasan nasib mereka.

 

Namun, harapan itu terancam kandas karena masalah alamat. Selama ini, alamat kantor pusat GRI tercatat di Plaza Great River yang berada di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Namun, sejak Desember 2006, kantor pusat tersebut ditutup karena diduga sewanya tidak diperpanjang lagi. Otomatis, sejak Desember 2006 hingga sekarang, keberadaan GRI tidak diketahui secara pasti.

 

Menurut Iwan Kusmawan, salah satu kuasa hukum pekerja GRI, perkara ini pernah disidangkan dengan hakim majelis yang berbeda, yakni majelis yang diketuai Agus Subroto. Ketika itu dalam gugatannya pekerja mencantumkan alamat GRI di Kuningan. Relaas panggilan sidang sebelumnya yang dikirim ke Kuningan tak sampai ke penggugat. Agus Subroto saat itu menyarankan pekerja untuk mencabut gugatan dan mencari alamat terkini GRI. Baru setelah itu pekerja dapat menggugat kembali dengan alamat baru tersebut.

 

Kemudian pekerja menanyakan alamat baru GRI kepada kuasa direksi perusahaan tersebut. Lalu, keluar surat pemberitahuan dari dua orang kuasa Direksi GRI yang menyatakan bahwa kini alamat surat menyurat GRI ada di Kelapa Gading. Hendri Dunan, salah satu anggota serikat pekerja, menyatakan bahwa surat itu diserahkan melalui Koordinator HRD GRI Haryono kepada pekerja. Tetapi, ketika dibuat gugatan baru dengan alamat di Kelapa Gading kembali muncul masalah. Juru sita yang menyampaikan relaas panggilan sidang ke alamat tersebut, tidak menemukan tanda-tanda keberadaan GRI.

 

Seakan terjadi dejavu, Majelis Hakim yang diketuai Lilik Mulyadi memberi pekerja opsi yang mirip dengan saran hakim Agus Subroto kepada para pekerja GRI dalam sidang perkara yang gugatannya akhirnya dicabut. Pertama, mencabut gugatan dan mencari alamat yang sebenarnya. Kedua, tetap melanjutkan persidangan. Jika opsi kedua yang dipilih, kata Lilik, biarpun pekerja menang, pekerja mungkin akan menghadapai masalah saat eksekusi karena relaas panggilan sidang tak sampai. Pihak manajemen GRI dapat berdalih tidak pernah mendapat surat panggilan sidang, ujarnya.

 

Tak peduli dengan resiko yang akan dihadapi, 80 orang itu akhirnya ngotot untuk tetap melanjutkan persidangan. Mereka berkeyakinan, jika alamat tidak diketahui, Tergugat dapat dipanggil melalui surat kabar, dengan tetap memberikan relaas panggilan pada lurah atau kepala desa dimana alamat terakhir berada.

 

Tidak Jelas

Untuk memperoleh kejelasan alamat GRI, Hukumonline menghubungi Doddy Soepardi, salah satu penerima kuasa yang diberikan Tanudjaya untuk mengurusi masalah GRI pada Kamis (1/3). Namun, ketika dikonfirmasi mengenai perkembangan kasus GRI, Doddy mengaku tidak tahu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: