MK Putuskan Seluruh Partai Politik Harus Verifikasi Faktual
Berita

MK Putuskan Seluruh Partai Politik Harus Verifikasi Faktual

Perludem menilai MK tidak yakin dengan putusannya sendiri terkait pengujian norma ambang batas presiden. MK seolah-olah bukan sebagai penguji UU berdasarkan konstitusi, tetapi sebagai pengamat politik yang berbicara “presidensial rasa parlementer”. Lalu bicara penyederhanan parpol.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hakim Kontitusi Saldi Isra melanjutkan penetapan ambang batas ini juga tak memberi kepastian bagi parpol peserta pemilu. Sebab, tak ada jaminan bagi parpol peserta pemilu 2019 yang berasal dari parpol peserta pemilu 2014 dapat memiliki jumlah kursi atau suara sah yang sama dengan hasil pada pemilu 2014.

 

“Argumentasi (soal PT 20 persen) sulit dipertahankan karena dinamika politik dari pemilu ke pemilu berikutnya sangat mungkin berubah secara drastis,” kata dia.

 

Menurutnya, ambang batas ini tidak adil karena membuat parpol baru peserta pemilu tidak bisa mengajukan pasangan capres-cawapres. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada referensi masyarakat terhadap calon pemimpinnya. “Dengan menghapus ambang batas ini, maka jumlah capres-cawapres pada pemilu 2019 akan lebih beragam daripada pemilu 2014,” katanya.

 

Di luar persidangan, Ketua Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie mengucapkan terima kasih karena MK telah mengabulkan permohonan verifikasi faktual partai politik. Saat ini seluruh partai politik baik yang telah memiliki kursi di DPR maupun partai baru seperti PSI diverifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu 2019.

 

“Ini menjadi terobosan, adanya perubahan demografi untuk meningkatkan standar demokrasi. Yang tidak hanya memverifikasi administrasi dan faktual oleh KPU di tingkat pusat, tetapi juga hingga tingkat kecamatan,” kata dia.

 

Berbeda, Direktur Perludem, Titi Anggraini menilai MK tidak yakin dengan putusannya sendiri. MK seolah-olah bukan sebagai penguji UU berdasarkan konstitusi, tetapi sebagai pengamat politik yang berbicara “presidensial rasa parlementer”. Lalu bicara penyederhanaan politik. “MK sama sekali tidak menyentuh rasionalitas dan relevansi ambang batas pencalonan presiden, MK terlihat gamang dan melompat-lompat logikanya dan keluar kemana-mana tafsiranya dalam pertimbangannya,” kritiknya.

 

Namun, mengenai dissenting opinion yang dilakukan dua hakim konstitusi, ia menilai pendapat ini justru memiliki logika yang objektif dan tidak melompat-lompat terkait presidensial threshold.

 

“Argumentasi Suhartoyo dan Saldi Isra sangat kuat dan meyakinkan fokus pada hak warga negara. Serta, berbicara pula open legal policy yang mengadung tiga elemen moralitas, rasionalitas, dan keadilan. Argumen ini tentu lebih berbobot dari sisi konstitusi,” katanya. (Baca juga: Aktivis Pemilu Turut Gugat Ambang Batas Pencalonan Presiden)

Tags:

Berita Terkait