MK Kembali ‘Mentahkan’ 26 Sengketa Pilkada
Berita

MK Kembali ‘Mentahkan’ 26 Sengketa Pilkada

Sebagian besar permohonan yang sudah diputuskan sudah ditindaklanjuti sejumlah KPU daerah dengan penetapan pasangan calon terpilih.

ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang sengketa pilkada di Gedung MK, Kamis (7/1). Foto: RES
Suasana sidang sengketa pilkada di Gedung MK, Kamis (7/1). Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali “mementahkan” 26 hasil pemilihan kepala daerah dalam sidang lanjutan pembacaan putusan sela. Alasannya, 24 permohonan     jo Pasal 6 Peraturan MK No 1-6 Tahun 2015.    

Salah objek
Sementara, 2 permohonan lain dianggap salah objek dalam permohonan sengketa pilkada Kabupaten Wonosono dan Tanah Bumbu. Pemohonan pilkada Tanah Bumbu diajukan pasangan calon Abdul Hakim dan Gusti Chapizi. Permohonan pilkada Wonosobo diajukan pasangan calon Sarif Abdillah dan Usup Sumanang.

“Permohonan pemohon salah objek. Kedudukan hukum pemohon, pokok permohonan, serta eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait tidak dipertimbangkan. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Senin 25 Januari 2016.

Dalam pertimbangan putusan perkara Tanah Bumbu yang dibacakan Anwar Usman mendasarkan Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4) UU Pilkada dan Peraturan MK No. 1-5 Tahun 2015 terkait objek permohonan gugatan perselisihan pilkada adalah Keputusan KPU mengenai Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Kepala Daerah.

“Sedangkan pemohon (Tanah Bumbu) dalam permohonannya mendasarkan pada Berita Acara tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara,” ucap Anwar.

Adapun perkara Wonosobo yang juga tidak diterima, penyebabnya adalah karena pemohon menjadikan Keputusan KPU tentang Pengumuman Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara sebagai objek permohonan. Padahal seharusnya objek perkara PHPKada adalah Keputusan KPU Kabupaten Wonosobo Nomor 152/Kpts/KPU.KAB-012.329430/2015 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut, objek permohonan pemohon salah atau error in objecto. Sehingga Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan pemohon a quo,” ucap Arief.

Komisioner KPU Ida Budhiarti menyambut putusan sela yang dibacakan MK hari ini. Menurutnya, sebagian besar alasan MK mendasarkan pada Pasal 158 UU Pilkada sudah tepat. “MK harus tunduk pada Pasal 158 UU Pilkada, untuk mengajukan sengketa ke MK harus memenuhi ketentuan batas maksimum selisih suara pasangan calon,” kata Ida di Gedung MK, Senin (25/1).

Ida menegaskan putusan sela ini tidak tersedia lagi upaya hukum lain yang dapat ditempuh bagi pemohon mengingat putusan MK bersifat final dan mengikat. “Putusan MK ini bersifat final dan mengikat, tidak dapat diajukan upaya hukum lain,” kata Ida.

Menurutnya, sebagian besar permohonan yang sudah diputuskan sudah ditindaklanjuti sejumlah KPU daerah. “Sudah ditindaklanjuti dengan penetapan paslon terpilih secara bertahap segera setelah diputuskan,” katanya.

Sebelumnya, MK sudah memutus 89 permohonan dari 147 permohonan yang terdaftar. Rinciannya, 5 permohonan dikabulkan penarikan kembali, 1 permohonan sengketa Pilkada Tasikmalaya dianggap tidak memiliki legal standing, 34 permohonan telah melewati tenggang waktu selama 3 x 24 jam, 48 permohonan lain tidak memenuhi syarat selisih perolehan suara maksimal 2 persen, dan 1 permohonan yang diperintahkan perhitungan ulang di Pilkada Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), khususnya di Kecamatan Bacan. Dengan begitu, MK sudah menggugurkan 115 permohonan sengketa pilkada.
permohonan sengketatidak memenuhi selisih suara maksimal 2 persen yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada jo Pasal 6 Peraturan MK No. 1 Tahun 2015 yang mengatur tata cara mengajukan permohonan, sebagaimana diubah dengan Peraturan MK No. 5 Tahun 2015.

“Amar putusan mengadili, menyatakan mengabulkan eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait sepanjang mengenai kedudukan hukum pemohon. Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan sela di ruang sidang pleno MK, Senin (25/1).

Dalam putusannya, Mahkamah menyimpulkan meskipun pemohon adalah benar sebagai calon bupati dan wakil bupati dalam Pilkada Kabupaten Pekalongan 2015. Namun, permohonan pemohon tidak memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada

“Karena eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan kedudukan hukum beralasan menurut hukum, maka pokok permohonan dan eksepsi lainnya tidak dipertimbangkan,” ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat membacakan pertimbangan putusan sela.

Permohonan yang yang dianggap melebihi syarat selisih suara di atas 2 persen itu antara lain permohonan perselisihan hasil Pikada Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Supiori, Minahasa Selatan, Ogan Komering, Lima Puluh Kota, Kapuas Hulu, Situbondo, Tana Tidung, Tanah Bumbu, Pekalongan, Karangasem, Wonosobo, Mamuju, Wakatobi, Pemalang, Konawe Kepulauan, Maluku Barat Daya.
Halaman Selanjutnya:
Tags: