MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah
Berita

MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah

Dua hakim MK menyatakan dissenting opinion.

ASH
Bacaan 2 Menit

“Jika Mahkamah memberi makna lain dari Pasal 197 ayat (2) huruf k KUHAP, hal itu melampaui kewenangan Mahkamah untuk memutuskan sesuatu yang di luar bahkan sama sekali bertentangan dengan permohonan Pemohon,” tegasnya.  

Menanggapi putusan, kuasa hukum pemohon, Yusril Ihza Mahendra menafsirkan putusan MK itu menyatakan Pasal 197 ayat 1 huruf k itu dianggap tidak ada. Karena itu, dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP apabila tidak mencantumkan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, putusan tidak batal demi hukum.

“Namun, saya tegaskan putusan MK ini tidak berlaku surut, sehingga semua putusan-putusan pengadilan yang kemarin yang tidak mencantumkan ketentuan Pasal 197 ayat1 huruf k KUHAP adalah putusan yang batal demi hukum yang tak dapat dieksekusi,” kata Yusril.

Permohonan pengujian Pasal 197 ayat (1) huruf k, dan ayat (2) KUHAP ini diajukan H. Parlin Riduansyah. Terpidana kasus perambahan hutan ini meminta MK membatalkan frasa “batal demi hukum” dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP karena bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon juga meminta Pasal 197 ayat (1) huruf k harus ditafsirkan berlaku untuk semua tingkat peradilan.

Dalam pandangan Parlin, putusan pemidanaan yang tidak memuat “perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan” seharusnya batal demi hukum. Putusan itu sejak semula dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak mempunyai kekuatan eksekutorial yang tidak dapat dieksekusi jaksa.

Parlin divonis tiga tahun penjara dalam kasus perambahan hutan di Kalimantan Selatan lewat putusan PK No. 157 PK/Pid.Sus/2011 tertanggal 16 September 2011 yang sebelumnya di tingkat pertama dinyatakan bebas. Yusril yang juga menjadi kuasa hukum Parlin menolak eksekusi dengan dalih tidak memenuhi syarat formal Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yakni tidak memuat perintah penahanan dalam putusan PK itu.

Tags: