MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah
Berita

MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah

Dua hakim MK menyatakan dissenting opinion.

ASH
Bacaan 2 Menit

“Oleh karena permohonan pemohon tidak beralasan hukum sepanjang permohonan penafsiran, padahal Pasal 197 ayat (2) huruf k memang tidak sejalan dengan upaya pemenuhan kebenaran materiil dalam penegakan hukum pidana, maka demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah memberikan makna Pasal 197 ayat (2) huruf k bertentangan dengan UUD 1945 apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k UU 8/1981 mengakibatkan putusan batal demi hukum,” kata Fadlil.

Dissenting Opinion
Menyatakan pendapat berbeda, M Akil Mochtar berpendapat perintah penahanan atau pembebasan yang dipersyaratkan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP sangat penting untuk dimuat dalam putusan. Hal ini demi kepastian hukum terhadap status penahanan dari terdakwa. Bila majelis hakim tidak memuatnya dalam surat putusan, status penahanan terdakwa menjadi tidak jelas.

“Ini mencederai rasa keadilan dan  kepastian hukum bagi warga negara yang sedang ditahan. Terlebih, penahanan merupakan bentuk perampasan kemerdekaan seseorang. Bila hakim atau majelis hakim tidak segera memutuskan status penahanan terdakwa dalam surat putusan maka terjadi keadilan yang tertunda. Rasa keadilan yang ditunda  adalah sama halnya dengan menciptakan ketidakadilan (justice delayed, justice denied),” kata Akil.

Karena itu, demi mencegah adanya ketidakadilan terhadap status hukum pencari keadilan, Mahkamah seharusnya mengabulkan permohonan pemohon dengan menyatakan bahwa Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP merupakan persyaratan mutlak yang harus ada dalam setiap putusan pemidanaan dan tidak dicantumkannya persyaratan tersebut dalam isi surat putusan mengakibatkan putusan menjadi batal demi hukum.

Sementara, Hamdan juga berpendapat putusan pidana pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi harus mencantumkan perintah terdakwa ditahan, atau tetap  dalam tahanan atau dibebaskan dengan ancaman batal demi hukum. Hal itu untuk menghindari kesewenang-wenangan pengadilan atau jaksa untuk menahan, atau tetap menahan atau membebaskan terdakwa yang belum mendapatkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga  tidak ada jaminan kepastian hukum atas hak-hak terdakwa.

“Jika tidak ada kewajiban akan berpotensi mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak-hak terdakwa karena tidak ada kepastian, apakah terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan atau dibebaskan sampai adanya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap,” kata Hamdan.  

Hal itu, kata Hamdan, dapat menjadi mainan dan disalahgunakan oleh aparat penegak hukum yang tidak jujur. Karena itu, permohonan Pemohon seharusnya dikabulkan untuk sebagian. Mahkamah tidak perlu menambahkan atau memaknai lagi Pasal 197 ayat (2) huruf k KUHAP karena jelas dalam uraian pertimbangan Mahkamah Pasal 197 ayat (2) huruf k adalah tidak bersifat imperatif, sehingga permohonan pemohon ditolak.

Tags: