Minimalisir Kerugian Negara, Sejumlah Akademisi Beberkan Urgensi RUU Perampasan Aset
Terbaru

Minimalisir Kerugian Negara, Sejumlah Akademisi Beberkan Urgensi RUU Perampasan Aset

Pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi yang berjalan sekarang masih jauh dari upaya pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

“Salah satu cara menutup peluang pelaku memanfaatkan hasil kejahatannya,” ujarnya.

Dalam putusan tersebut, Widiati melihat masih ada barang bukti yang dirampas tapi tidak dinyatakan nominal atau nilainya, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM) milik terdakwa. Padahal, tanpa penghitungan nilai yang jelas dari barang yang dirampas untuk negara itu, maka tidak teridentifikasi jelas barang sebagai hasil tindak pidana korupsi yang dapat digunakan untuk pembayaran uang pengganti.

Menurut Widiati ke depan perlu pedoman yang membantu aparat penegak hukum dalam menghitung nilai keuntungan dari hasil kejahatan dan pengelolaannya, serta status barang bukti yang dirampas. Pedoman itu penting diatur dalam RUU Perampasan Aset. “RUU Perampasan Aset perlu segera dibahas lebih komprehensif dan segera dituntaskan serta diundangkan,” usulnya.

Konsep ideal dan relevan

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, berpendapat penjatuhan sanksi pidana seyogyanya dirancang dengan tujuan mengeliminasi keuntungan yang didapat oleh pelaku. Dalam konteks konsep ideal pemulihan aset tindak pidana korupsi melalui non-conviction based (NCB) Asset Forfeiture, perampasan aset penting untuk mengurangi hasrat pelaku melakukan tindak pidana karena keuntungannya akan semakin kecil atau justru hilang.

Hukumonline.com

Akademisi dan Kepala Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Mulawarman, Orin Gusti Andini. Foto: HFW

NCB merupakan mekanisme perampasan aset yang dilakukan tanpa proses pemidanaan terhadap seseorang. Orin menjelaskan karakter NCB yakni tuntutan atau gugatan perampasan aset tidak dilayangkan kepada person tapi aset (in rem) yang diduga tercemar. Gugatan yang dilayangkan bukan terhadap perorangan tapi harta benda, maka pemilik harta adalah pihak ketiga yang punya hak untuk mempertahankan harta benda itu.

Menurut Orin, konsep perampasan aset kejahatan korupsi dalam perkara korupsi PT. Asuransi Jiwasraya berpedoman pada pengembalian nilai kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tapi konsep perampasan aset yang diharapkan jauh lebih progresif dari sekedar nilai kerugian negara berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebab perampasan aset juga sekaligus bertujuan untuk memiskinkan para koruptor.

“Mekanisme dalam substansi RUU Perampasan Aset merupakan konsep ideal yang seharusnya segera diundangkan,” tegasnya.

Hukumonline.com

Ari Wibowo, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia sekaligus Kepala Pusat Studi Kebijakan Ekonomi Universitas Indonesia. Foto: HFW

Tags:

Berita Terkait