Meski Membantah, Ucapan Zulkifli Soal 30 Ribu Hektar Diamini Wagub Riau
Berita

Meski Membantah, Ucapan Zulkifli Soal 30 Ribu Hektar Diamini Wagub Riau

Bukan hanya Wagub Riau, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau pun membenarkan adanya komitmen Zulkifli menambah alokasi kawasan bukan hutan di Riau.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Menhut yang kini menjabat sebagai Ketua MPR Zulkifli Hasan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Senin (5/1). Foto: NOV
Mantan Menhut yang kini menjabat sebagai Ketua MPR Zulkifli Hasan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Senin (5/1). Foto: NOV
Mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan membantah percakapannya dengan Wakil Gubernur (Wagub) Riau Arsyad Juliandi Rachman dan sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Riau. Pria yang kini menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini mengaku tidak pernah mengucapkan akan memberikan penambahan alokasi kawasan bukan hutan seluas maksimal 30.000 hektar di Provinsi Riau.

Zulkifli menegaskan, walau pernah menerima rombongan Wagub Riau di kantornya, ia tidak pernah memberikan komitmen apapun secara lisan maupun tulisan. “Saya tidak pernah. Itu bukan haknya menteri,” katanya saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi Gulat Medali Emas Manurung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/1).

Kedatangan Wagub Riau ke kantor Zulkifli sebenarnya untuk menyampaikan Surat Gubernur Riau Annas Maamun No: 050/BAPPEDA/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 mengenai Permohonan Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau. Surat ini untuk merespon SK Menteri Kehutanan yang diterbitkan Zulkifli sebelumnya.

Dalam acara Peringatan Ulang Tahun Provinsi Riau tanggal 9 Agustus 2014, Zulkifli mengumumkan bahwa ia telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Hutan Seluas kurang lebih 1.638.249 hektar.

Atas SK tersebut, Zulkifli memberi kesempatan kepada masyarakat Riau untuk mengajukan perbaikan. Pasalnya, tidak tertutup kemungkinan ada hak-hak masyarakat adat, perkampungan, maupun hak-hak masyarakat yang sudah lama berdiam diri di hutan itu yang tidak terakomodasi dalam SK No: SK.673/Menhut-II/2014.

Oleh karena itu, Zulkifli memberi waktu 14 hari sejak SK diterbitkan. Beberapa hari kemudian, pada 14 Agustus 2014, Zulkifli menerima rombongan Wagub Riau bersama Kepala Bappeda Provinsi Riau M Yafiz dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Irwan Effendy di kantor Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

Wagub Riau menyerahkan Surat Gubernur Riau Annas Maamun mengenai pertimbangan perubahan luas kawasan hutan. Zulkifli mengungkapkan, dalam kesempatan itu, ia memberikan tanda centang terhadap sebagian kawasan yang diajukan Gubernur Riau. Namun, ia membantah tanda centang itu sebagai tanda persetujuan.

Menurut Zulkifli, seorang menteri tidak memiliki hak untuk memberikan persetujuan atas perbaikan perubahan kawasan bukan hutan. Ia menjelaskan, tanda centang itu hanya sebagai tanda agar usulan Gubernur Riau ditindaklanjuti oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Planologi untuk dikaji, serta diberikan saran dan pertimbangan.

“Tidak mungkin menteri memberikan persetujuan, itu tidak boleh, harus ada proses. Tanda contreng itu maksudnya saya periksa, apakah ini kepentingan umum atau bukan. Jadi, setelah itu, saya berikan disposisi kepada eselon satu terkait untuk dikaji, dicek, dan saya minta saran dan pertimbangan,” ujarnya.

Selain itu, tidak mungkin pula, seorang menteri dapat memberikan janji atau komitmen untuk memberikan perluasan perubahan maksimal 30.000 hektar untuk kawasan bukan hutan di Provinsi Riau. Zulkifli beralasan, perluasan kawasan bukan hutan harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Tim Terpadu.

Sesuai Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, proses itu harus diawali usulan Bupati. Usulan Bupati disampaikan ke Gubernur dan Gubernur menggelar rapat dengan unsur Muspida. Kemudian, usulan perubahan kawasan hutan tersebut disampaikan Gubernur kepada Kemenhut.

Kemenhut akan membentuk Tim Terpadu yang anggotanya berasal dari sejumlah Kementerian/Lembaga, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, dan Kemenhut. Biasanya Tim Terpadu akan dipimpin oleh lembaga yang memiliki keahlian scientific, yaitu LIPI.

Selanjutnya, hasil kajian Tim Terpadu diusulkan ke Kemenhut. Kemenhut akan melakukan pembahasan akhir, apakah itu termasuk dalam Dampak Penting Cakupan Luas dan Strategis (DPCLS) atau tidak. Jika DPCLS harus mendapat persetujuan dari DPR, tetapi kalau tidak, Kemenhut lah yang akan mengambil keputusan.

Kendati demikian, Zulkifli mengaku, hingga saat terakhir menjabat Menteri Kehutanan, ia tidak pernah menerima saran dan pertimbangan dari Dirjen Planologi terkait usulan Gubernur Riau. Begitu pula dengan disposisi kedua. “Kalau begitu, kemungkinannya dua, ditolak atau tidak memenuhi syarat,” imbuhnya.

Kemudian, setelah kedatangan rombongan Wagub Riau ke kantor Kemenhut, Zulkifli kembali menerima kunjungan Gubernur Riau Annas Maamun di rumah dinasnya di Jalan Denpasar. Zulkifli menyatakan kunjungan tersebut hanya untuk silaturahmi karena sebelumnya Annas tidak jadi datang ke kantor Kemenhut.

Annas menyampaikan terima kasih karena aspirasi masyarakat Riau telah diakomodasi dalam SK No: SK.673/Menhut-II/2014. Annas juga meminta bantuan Zulkifli agar perbaikan-perbaikan yang ia sampaikan cepat selesai. Namun, Zulkifli mengaku meminta Annas melengkapi persyaratan untuk dikaji eselon satu terkait.

Sama halnya ketika Zulkifli didatangi bos PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng. Saat itu, Apeng menyampaikan niatnya membuka usaha properti dan perkebunan. “Saya bilang, silakan saja hubungi eselon terkait dan penuhi peraturan yang berlaku. Tentu pengusaha nasional kita beri peluang, jangan asing terus,” tutur Zulkifli.

Kesaksian berbeda
Walau Zulkifli membantah tanda centang yang ia berikan sebagai tanda persetujuan, Wagub Riau Arsyad Juliandi Rachman mengungkapkan kesaksian yang berbeda. Menurut Arsyad, Zulkifli sempat mengucapkan kata-kata “Ini bisa, ini bisa” sambil mencentang sejumlah kawasan yang diusulkan oleh Gubernur Riau.

Setelah memberikan tanda centang, lanjut Arsyad, Zulkifli juga mengatakan agar perbaikan tersebut tidak lebih dari 30.000 hektar. Mendengar pernyataan Zulkifli, Arsyad langsung memahami pernyataan Zulkifli itu sebagai komitmen Zulkifli untuk mengakomodasi aspirasi yang diusulkan dalam surat Gubernur Riau.

“(Yang dengar bukan hanya Wagub Riau) Ini semua (dengar). Habis beliau (Zulkifli) mencontreng-contreng, beliau bilang ya sudah nanti maksimal 30.000. Habis itu, beliau berangkat dan kami disuruh bertemu dengan salah satu direkturnya. Jadi, saya menganggap yang ini pasti akan ditambah,” kata Plt Gubernur Riau ini.

Pernyataan Arsyad ini diamini pula oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Irwan Effendy yang sama-sama menjadi saksi dalam sidang perkara Gulat. Irwan menyatakan, sambil mencentang-centang, Zulkifli mengucapkan, “Ini oke, ini oke. Yang penting jumlahnya tidak lebih dari 30.000”.

Irwan menerangkan, dalam SK No: SK.673/Menhut-II/2014 yang sebelumnya diterbitkan Menteri Kehutanan, ada beberapa kawasan bukan hutan yang belum terakomodasi. Contohnya, sambungan jalan tol dari Dumai ke Pekanbaru yang sampai SK itu diterbitkan masih berstatus sebagai kawasan hutan.

Maka dari itu, setelah menerima SK No: SK.673/Menhut-II/2014, Gubernur Riau langsung memerintahkan tim terkait untuk melakukan pembahasan. Dari hasil telaah, tim sepakat mengusulkan beberapa perbaikan agar kawasan yang sebelumnya masih kawasan hutan untuk dimasukan sebagai kawasan bukan hutan.

Pasalnya, kawasan-kawasan tersebut, antara lain akan diperuntukan untuk sambungan jalan tol Dumai-Pekanbaru, jalan provinsi, kawasan industri dan perkantoran Dumai, rencana pembangunan airport, cagar budaya Candi Muara Takus, dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 hektar di Kabupaten Rokan Hilir.

Bahkan, ketika rombongan Annas Maamun datang ke rumah dinas Zulkifli, Annas kembali memohon bantuan kepada Zulkifli. Namun, usulan itu belum terakomodasi. Padahal, Zulkifli sempat menyatakan, “Insya Allah sebelum saya selesai masa bakti di Kementerian ini, tata ruang semua provinsi sudah kita selesaikan”.

Untuk diketahui, perkara suap ini bermula ketika Gulat mengetahui adanya pengajuan revisi atas SK No: SK.673/Menhut-II/2014. Gulat menemui Annas untuk meminta bantuan agar area perkebunan sawit miliknya dan teman-temannya dapat dimasukan ke dalam usulan revisi yang akan disampaikan Annas kepada Menteri Kehutanan.

Pada 17 September 2014, Annas menandatangi Surat Gubernur Riau No: 050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan. Surat itu memasukan area perkebunan sawit milik Gulat untuk dijadikan bukan kawasan hutan.

Dengan telah terpenuhinya permintaan Gulat, Annas meminta uang sebesar Rp2,9 miliar. Namun, Gulat hanya mampu menyiapkan uang sejumlah AS$166,1 ribu atau setara dengan Rp2 miliar. Uang itu diperoleh Gulat dari Edison Marudut sebesar AS$125 ribu dan sisanya, AS$41,1 ribu berasal dari kocek Gulat.

Annas meminta uang dolar Amerika itu ditukar dalam bentuk dolar Singapura. Setelah Gulat menyerahkan uang kepada Annas, datang petugas KPK melakukan penangkapan. KPK menemukan uang sejumlah Sing$156 ribu dan Rp400 juta di rumah Annas. Selain itu, ditemukan pula uang Rp60 juta dari dalam tas Gulat.
Tags:

Berita Terkait