Ketua Asosiasi Petani Didakwa Suap Gubernur Riau
Berita

Ketua Asosiasi Petani Didakwa Suap Gubernur Riau

Berawal dari SK Menhut yang kala itu masih dijabat Zulkifli Hasan.

ANT
Bacaan 2 Menit
Gulat Manurung berkonsultasi dengan tim pengacara dalam persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto: RES
Gulat Manurung berkonsultasi dengan tim pengacara dalam persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto: RES
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau, Gulat Medali Emas Manurung didakwa memberikan uang sejumlah 166.100 dolar AS (sekitar Rp2 miliar) kepada Gubernur Riau 2014-2019 Annas Mamun. Demikian intisari surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/12).

"Pemberian uang dilakukan terdakwa karena Annas Maamun selaku Gubernur Riau telah memasukkan permintaan terdakwa yaitu agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya di kabupaten Kuantan Singigni seluas kurang lebih 1.188 hektar dan Bagan Sinembah di kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 hektar ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di provinsi Riau yang bertentangan dengan kewajiban Annas Maamun selaku penyelenggara negara," kata penuntut umum, Roy Riady.

Dipaparkan Roy, pemberian uang diawali dengan pemberian SK Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan. Zulkifli memberikan surat tersebut pada acara peringatan hari ulang tahun provinsi Riau pada 9 Agustus 2014 di Riau.

SK tertanggal 8 Agustus 2014 bernomor SK.673/Menhut-II/2014 berisi tentang Perubahan Peruntukkan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 hektar dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di provinisi Riau.

"Dalam pidatonya pada acara HUT Provinsi Riau, Zulkifli Hasan memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawsan yang belum terakomodir dalam SK tersebut," kata penuntut umum lainnya, Kresno Anto Wibowo.

Dengan kesempatan melakukan revisi tersebut, Annas memerintahkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, M Yafiz dan Kepala dinas Kehutanan Riau, Irwan Efendy untuk menelaah kawasan yang direncanakan masuk kawasan hutan yang masuk dalam revisi menjadi bukan kawasan hutan/Area Penggunaan Lainnya (APL).

Hasilnya dilaporkan pada 11 Agustus 2014 dan setelah dikoreksi Annas diterbitkan Surat Gubernur Riau No 050/Bappeda/58.13 tangal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di provinsi Riau dalam Keputusan Penunjukkan Kawasan Hutan Sesuai hasil Rekomendasi tim terpadu yang ditujukan kepada Menhut, Zulkifli Hasan.

Surat itu diberikan langsung oleh Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Yafiz, Irwan Effendy dan Kabid Planalogi Dinas Kehutanan Cecep Iskandar yang bertemu dengan Zulkifli pada 14 Agustus 2014.

"Pada pertemuan itu Zulkfili Hasan memberikan tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut," kata anggota JPU KPK Ikhsan Fernandi.

Peruntukkan SK tersebut antara lain berisikan agar ada peruntukkan untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 hektar di kabupaten Rokan Hilir.

"Selain itu Zulkifil Hasan secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan provinsi Riau maksimal 30 ribu hektar," tambah Ikhsan.

Mengetahui ada revisi terhadap SK Menhut tersebut, lalu Gulat menemui Annas untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya dimasukkan dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Annas pun mengarahkan Gulat untuk berkoordinasi dengan Cecep Iskandar.

Atas permintaan itu, Cecep meminta Gulat untuk memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi namun setelah dilakukan pengukuran ternyata ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, namun Gulat meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan.

Cecep akhirnya memberikan sejumlah masukan terhadap materi usulan revisi pada 17 September 2014 kepada Annas Maamun dan ditandatangai dalam SK Gubernur Riau No 050/Bappeda/8516. Usulannya antara lain disebutkan Kebun untuk masyarakat miskin yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di antaranya kabupaten Rokan Hilir seluas 1.700 hektar, kabupaten Siak kurang lebih 2.054 hektar, serta kabupaten lain-lain yang telah memasukkan areal perkebunan sawit untuk diubah dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan/APL sebagaimana diminta Gulat.

Annas pun memerintahkan Cecep untuk mengantarkan SK tersebut pada 19 September 2014 kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud di Jakarta. Sedangkan pada 21 September 2014 Annas berangkat ke Jakarta untuk memantau perkembangan surat usulan revisi itu.

Keesokan harinya Annas menghubungi Gulat untuk meminta uang sebesar Rp2,9 miliar terkait pengurusan usulan revisi tersebut. Tetapi, Gulat hanya mampu 166.100 dolar AS atau setara Rp2 miliar yang dikumpulkan dari uangnya sendiri dan dari Edison Marudut Marsadauli, Direktur utama PT Citra Hokiana Triutama.

Penyerahan uang dilakukan pada 24 September 2014 oleh Gulat ditemani temannya, Edi Ahmad di rumah Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 No 2 Cibubur Jawa Barat. Uang sebanyak 166.100 dolar AS yang dimuat dalam tas hitam merek Polo itu diserahkan kepada ajudan Annas, Triyanto dan dipesan agar diserahkan ke Annas, setelah itu Gulat pun pergi.

Pada 25 September, Annas, Triyanto dan Gulat bertemu di restoran hotel Le Meridien. Di sana Annas menyuruh Gulat menukarkan uang menjadi mata uang dolar Singapura. Gulat ditemani Edison pergi menukarkan uang 166.100 dolar AS menjadi 156.000 dolar Singapura dan Rp500 juta di tempat penukaran uang PT Ayu Masagung di Kwitang Jakarta Pusat.

Setelah sampai di rumah Annas, Gulat membawa tas ransel warna hitam merek Bodypack dan tas itu disimpan di dalam kamar Annas. "Beberapa saat kemudian, Annas keluar dari kamar dan menyerahkan sebagian dari uang yang telah diterimanya tersebut yaitu sejumlah Rp60 juta kepada terdakwa," ungkap jaksa.

Tidak lama kemudian, datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan Annas Maamun dengan barang bukti 156.000 dolar AS di rumah Annas dan Rp60 juta dari dalam tas Gulat.

Atas perbuatan Gulat tersebut, ia diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas dakwaan tersebut, Gulat menyatakan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Tags:

Berita Terkait