Merawat Negara Hukum dalam Pandemi
Kolom

Merawat Negara Hukum dalam Pandemi

Dalam menghadapi pandemi, komitmen kita pada prinsip-prinsip negara hukum sebenarnya sedang ikut pula diuji.

Bacaan 2 Menit

Status keadaan darurat sipil tentu bukanlah sesuatu yang bisa dibahas sepintas lalu, dan bukan merupakan jalur pendekatan yang tepat untuk diambil dalam menghadapi pandemi ini. Status yang diatur dalam Perppu No.23/1959 ini merupakan status keadaan bahaya dengan tingkatan di bawah keadaan darurat militer dan keadaan perang.

Dalam keadaan darurat sipil, Penguasa Darurat Sipil punya kewenangan untuk membatasi ruang kebebasan sipil, antara lain seperti membatasi penerbitan, memerintahkan penggeledahan, memerintahkan penyitaan barang, mengetahui ataupun memutus percakapan telepon, dan lain-lain. Sekali lagi, semua tentu tak menginginkan kita untuk memasuki keadaan ini.

Namun tampaknya publik sudah perlu mencermati potensi penyempitan ruang kebebasan sejak awal, tanpa perlu menunggu terjadi atau tidaknya perubahan status kedaruratan. Sejak memasuki masa pandemi ini, kita sudah mendengar beberapa berita penetapan tersangka dan penahanan yang berkaitan dengan isu virus corona.

Pada 18 April 2020, Menkominfo memberikan keterangan pers bahwa ada 554 isu hoax terkait virus corona yang tersebar di berbagai platform media sosial. Menkominfo kemudian menjelaskan bahwa pihak Kepolisian telah menetapkan 89 orang tersangka, dengan rincian 14 orang ditahan dan 75 orang diproses.

Kita perlu cermat ketika melihat adanya kasus-kasus penyebaran berita bohong (hoax) seperti yang diumumkan Menkominfo. Melihat praktik penerapan kasusnya yang seringkali bermasalah, perlu benar-benar ditelisik apakah benar para tersangka tersebut menyiarkan suatu berita bohong? Benarkah mereka melakukannya  dengan sengaja untuk menimbulkan keonaran? Harus ada kehati-hatian dalam penegakan hukum pidana penyebaran berita bohong ini, agar tidak malah semakin menyempitkan ruang kebebasan berekspresi warga.

Lalu kita juga mendengar berita penangkapan Ravio Patra, seorang peneliti kebijakan publik dan pegiat demokrasi. Ravio yang sebelumnya mengaku diretas teleponnya, kemudian malah ditangkap Polisi karena dikaitkan dengan penyebaran informasi bernada provokasi lewat aplikasi WhatsApp. Penangkapan ini mendapatkan reaksi keras dari publik yang membela Ravio, karena melihat ada banyak kejanggalan dalam penangkapan ini. Menkopolhukam Mahfud MD berkomentar bahwa kasus Ravio haruslah menjadi pelajaran bagi aparat kepolisian agar tidak asal menangkap seseorang tanpa ada bukti yang kuat.

Tak ada yang  menyangkal bahwa penegakan hukum tetaplah harus berjalan dalam situasi pandemi. Tak bisa dipungkiri juga, bahwa ada berbagai pembatasan yang dibenarkan dan diharuskan ada secara proporsional, dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat. Namun bukan berarti penegakan hukum tersebut bisa dilakukan dengan menciderai hak asasi manusia atau melanggar hukum itu sendiri. Kita harus bisa membedakan antara Rule of Law, dengan sekedar Rule by Law. Merawat kebebasan adalah bagian dari upaya merawat negara hukum dalam pandemi. Berada dalam darurat kesehatan, bukan berarti kita harus mengalami darurat kebebasan juga.

Tags:

Berita Terkait