Menyoal Aspek Formil dan Materil dalam Penyusunan RUU EBET
Terbaru

Menyoal Aspek Formil dan Materil dalam Penyusunan RUU EBET

Pembahasan RUU yang dilakukan di luar DPR menyulitkan akses publik melakukan pemantauan. Sejumlah materi dalam DIM seperti mekanisme Nilai Ekonomi Karbon di sektor Energi, hingga pembentukan badan khusus.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Kemudian pengutamaan produk dan potensi dalam negeri (TKDN) untuk EBET, optimalisasi pemanfaatan EBET untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Power Wheeling). Selain itu, terdapat juga urgensi pembentukan Badan Khusus Pengelola Energi Terbarukan dan penggunaan Dana EBET.

Sedangkan di periode 2024, berdasarkan pemantauan melalui media pemberitaan, materi RUU EBET yang tertunda pembahasannya menyisakan substansi pengaturan TKDN dan power wheeling. Akmal berharap RUU EBET segera disahkan sebelum berakhirnya masa jabatan periode DPR 2019-2024.

”Pengesahan tersebut hanya bisa terjadi jika DPR dan pemerintah memiliki politik hukum yang kuat untuk mengundangkan RUU EBET. Kami berharap agar pengundangan bisa lebih cepat agar kemudian masyarakat dapat mengujinya ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Terpisah, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Diah Nurwitasari mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengawalan, pembahasan hingga penetapan RUU EBET. Begitupula dengan pemantauan dan pengawalan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).

“Keterlibatan masyarakat menjadi aspek sangat penting dalam menghadirkan RUU EBET dan Revisi RPP KEN yang lebih komprehensif,” ujarnya dikutip dari laman resmi PKS.

Diah menilai kurang ambisiusnya pemerintah dalam menyelesaikan kedua regulasi tersebut. Setidaknya, pemerintah dinilai belum menjadikan kedua produk legislasi itu sebagai prioritas pembangunan. Soal diskursus keterjangkauan harga energi terbarukan yang banyak dinilai belum mampu menggantikan energi fosil secara cepat. Meski dibandingkan energi terbarukan memiliki harga yang kompetitif dibandingkan energi fosil yang tidak disubsidi.

“Masyarakat memiliki hak untuk menyatakan pandangan, kritik, dan saran terkait substansi dan implementasi kebijakan pemerintah,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait