Mentransformasi Sakit Hati Menjadi Perjuangan
Edisi Akhir Tahun 2011:

Mentransformasi Sakit Hati Menjadi Perjuangan

Sumarsih dianugerahi Yap Thiam Hien Award tahun 2004 karena dinilai menjadi figur yang berhasil mengatasi kesedihannya menjadi kesadaran akan nilai kemanusiaan.

Rfq
Bacaan 2 Menit

Takdir berkata lain. Harapan Sumarsih agar anaknya itu pulang dalam keadaan selamat kandas. Sumarsih justru mendapat kabar Wawan tertembak. Dia bergegas menuju ke Rumah Sakit Jakarta, tempat dimana para korban termasuk Wawan dirawat. “Karena saya orang katolik, saya berdoa Rosario minta supaya Wawan diberi keselamatan,” ujarnya lirih.

Sekali lagi, Sumarsih dihadapkan pada takdir yang menyakitkan. Sesampainya di rumah sakit, Sumarsih mendapati Wawan sudah terbujur kaku di sebuah keranda terbuka. Dia pun menangis sejadi-jadinya. Yang diingat Sumarsih, ketika di rumah sakit, dia melihat kaos yang dikenakan Wawan terdapat bercak darah dan pada bagian dada sebelah kiri terdapat lubang peluru kecil.

Sepeninggal wawan, Sumarsih mengaku kehilangan semangat hidup. Kerja tidak lagi semangat, makan pun segan. Mempertimbangkan kondisi yang bersangkutan, Sekretariat Jenderal DPR lalu memberikan cuti besar selama tiga bulan kepada Sumarsih. “Selama tiga bulan saya hanya duduk, tidak makan ada tiga mingguan. Kalau lapar saya minum air putih setengah cangkir sudah kenyang,” katanya.

Singkat cerita, Sumarsih mendengar kabar para keluarga korban penembakan akan mendapat santunan sebesar Rp5 juta dari salah satuanggota MPR. Santunan itu diterima Sumarsih tetapi disertai dengan permintaan khusus. Sumarsih ingin santunan itu diberikan kepada oknum aparat yang menembak Wawan atau setidaknya kepada 163 prajurit yang dikenakan sanksi terkait insiden berdarah tersebut.

“Di tanda terimanya saya tulis, mohon bantuannya agar dana sebesar Rp5 juta ini diberikan kepada yang menembak Wawan kalau tidak ditemukan agar diberikan kepada ABRI atau Polri yang bertugas pada hari Jumat tanggal 13 November sekitar jam 5 sore di sekitar kampus Atmajaya,” ujarnya.

Secara lisan, Sumarsih juga berpesan agar penerima dana itu memberikan tanda terima kepadanya. Tapi sayang, hingga kini tanda terima penerima dana Rp5 juta itu tak juga kunjung datang. “Sampai sekarang tanda terimanya tidak pernah saya terima,” tukasnya.

Pansus mengecewakan

Uang Rp5 juta mungkin tidak banyak, tetapi sikap Sumarsih yang menolak menerima santunan jelas menggambarkan bahwa sebenarnya yang dia cari bukanlah uang, tetapi keadilan. Makanya, Sumarsih tidak pernah patah semangat berjuang agar misteri penembakan Wawan terungkap. Dia mendatangi satu demi satu instansi, terkait ataupun tidak. Mulai dari Polisi Militer Daerah Militer Jaya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan hingga DPR.

Tags:

Berita Terkait