Mengurai Kewenangan Dewan Pengawas KPK
Kolom

Mengurai Kewenangan Dewan Pengawas KPK

Kewenangan Dewan Pengawas KPK dalam pemberian izin penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan tidak sesuai dengan asas equality before the law. Sebagai lembaga yang masuk ranah eksekutif, konsekuensinya Dewas dapat menjadi salah satu pihak dalam praperadilan.

Bacaan 2 Menit

 

Dengan adanya perbedaan perlakuan hukum di atas, bukan tidak mungkin ke depannya dapat terjadi persoalan. Yakni ketika seseorang diduga melakukan dua tindak pidana korupsi, namun dilakukan penyidikan oleh dua institusi yang berbeda misal, penyidik KPK dan Polri. Maka izin upaya paksanya akan dilakukan oleh Ketua Dewan Pengawas KPK dan Ketua Pengadilan Negeri.

 

Permasalahan lainnya pun bakal bermunculan, yakni ketika penyidikan yang dilakukan Polri diambil alih oleh KPK. Apakah KPK dapat menggunakan barang bukti yang merupakan hasil dari penyitaan, penggeledahan dan penyadapan yang izinnya diperoleh dari Ketua Pengadilan Negeri?

 

Lalu dalam praktik akan menimbulkan pertanyaan, apakah Ketua Dewan Pengawas sebagai salah satu termohon Praperadilan? Pertanyaan dan permasalahan pun bukan tidak mungkin bakal bermunculan, bila tidak disikapi dengan bijak.

 

Hukumonline.com

 

Pihak termohon praperadilan

Di Indonesia pengawasan terhadap proses penegakan hukum dilakukan melalui mekanisme  Praperadilan dalam melakukan pengujian terhadap sah tidaknya “tindakan penangkapan dan atau penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. Termasuk, permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka, keluarganya, pihak lain atau kuasanya yang perkaranya belum diajukan ke pengadilan”. Nah, mekanisme tersebut diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP.

 

Kemudian, keberadaan Praperadilan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor:21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. Inti putusan MK itu, memperluas mekanisme pengujian Praperadilan dengan menambah objeknya, yakni penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.

 

Munculnya konsep Praperadilan tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang perlunya pengawasan peradilan yang ketat (strict judicial scrutiny) terhadap semua tindakan perampasan kebebasan sipil seseorang. Konsep ini pertama kali mengemuka ketika Inggris mencetuskan Magna Charta pada tahun 1215, yang lahir sebagai kritik atas kesewenang- wenangan raja saat itu.

 

Meskipun kelahiran konsep Magna Charta tujuan utamanya adalah dalam kerangka membatasi kekuasaan raja. Namun  di dalamnya terdapat gagasan yang menghendaki hak asasi manusia jauh lebih penting ketimbang kekuasaan aja. Oleh karenanya, tak seorangpun warga negara dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya. Bahkan diasingkan atau dengan cara apapun dikebiri hak-haknya kecuali dengan pertimbangan hukum. Konsepsi itulah yang selanjutnya dikenal dengan ‘habeas corpus’ yang kemudian diformalkan oleh parlemen Inggris pada abad ke 17.

Tags:

Berita Terkait