Menguji Kesaksian Secara Virtual
Fokus

Menguji Kesaksian Secara Virtual

Kesaksian secara virtual belum diatur dalam KUHAP. Jika tidak segera diatur dalam revisi KUHAP, masalah keabsahan teleconference akan terus menjadi perdebatan.

MYs
Bacaan 2 Menit

 

Terobosan hukum

 

Majelis hakim yang menyidangkan perkara Ba'asyir bukan tidak menyadari perdebatan itu. Seorang hakim yang minta anonim menyebutkan bahwa majelis menyadari betul keterangan Bafana lewat media virtual tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. "Tetapi itu bisa dijadikan untuk menambah pengetahuan dan keyakinan hakim mengenai perkara ini," ujarnya.

 

Sang hakim berdalil bahwa seorang hakim wajib menggali kenyataan hukum yang hidup dalam masyarakat. "Hakim wajib menemukan hukum," ujarnya sambil menyitir tugas hakim yang diajarkan di bangku pertama kuliah, yaitu tugas penemuan hukum (rechtsvinding).

 

Masih menurut sang pengadil tadi, hakim harus membuat terobosan hukum jika belum ada undang-undang yang mengatur. Apalagi, kalau dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang makin mutakhir. Terobosan lewat teleconference sudah dibuat dalam persidangan Habibie dan kasus pelanggaran HAM berat Timtim. "Saat menggunakan teleconference, kami tidak ditegur oleh Mahkamah Agung," ujar seorang hakim ad hoc HAM.

 

Praktisi hukum Luhut MP Pangaribuan juga sependapat. Kata dia, teleconference bisa dijadikan alat bukti untuk mencari kebenaran materiil. Menurutnya, tempat kesaksian Luhut tidaklah terlalu penting dalam mencari kebenaran materiil itu. Hukum acara, seperti juga pasal 184 KUHAP, pada hakekatnya juga merupakan arahan untuk mencari bukti kebenaran materiil.

 

Lalu, apakah perdebatan itu berakhir pasca kasus Ba'asyir atau setelah sosialisasi KUHAP baru selesai? Tunggu dulu.  Ketua tim Revisi KUHAP, Prof. Andi Hamzah, pernah mengatakan bahwa pasal 184 tidak akan banyak mengalami perubahan. Teleconference tidak akan dimasukkan sebagai alat bukti. Sebab, di negara lain --termasuk di Belanda yang menjadi acuan hukum Indonesia -- pun demikian. "Belum dimasukkan. Belum ada negara yang begitu," katanya kepada hukumonline.

 

Memang, ada pemikiran agar masalah teleconference dimasukkan ke dalam RUU Revisi KUHAP yang kini sudah diagendakan oleh DPR untuk dibahas. Tetapi menurut Andi, belum ada pembicaraan secara resmi dalam tim revisi KUHAP yang dia pimpin.

 

Jadi? Walhasil, masalah teleconference ini akan terus menjadi perdebatan. Mumpung sekarang Departemen Kehakiman sedang mensosialisasi Revisi KUHAP, perdebatan ini mungkin penting untuk disikapi.

Tags: