Mendorong Jaminan Kesehatan bagi Penyintas Korban Terorisme
Terbaru

Mendorong Jaminan Kesehatan bagi Penyintas Korban Terorisme

Yang dibutuhkan saat ini adalah jaminan kesehatan bagi para penyintas korban teroris, seperti kepesertaan BPJS Kesehatan. Berharap pemerintah bisa merealisasikan jaminan kesehatan bagi penyintas korban teroris.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Direktur Eksekutif Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Adi Prasetya dalam diskusi bertajuk 'Terorisme dalam Pandangan Negara, Media dan Korban' di Jakarta, Rabu (26/7/2023). Foto: ASH
Direktur Eksekutif Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Adi Prasetya dalam diskusi bertajuk 'Terorisme dalam Pandangan Negara, Media dan Korban' di Jakarta, Rabu (26/7/2023). Foto: ASH

Mengacu UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu  No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU menyebut terorisme sebagai kejahatan yang serius. Karena itu, penegakan hukum dan penanganannya pun harus serius, komprehensif, dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM.

Namun, penanganan kasus-kasus terorisme belum berjalan efektif dan komprehensif (menyeluruh) terutama dalam upaya perlindungan hak-hak korban kejahatan terorisme di tanah air. Sebab, faktanya selama ini penanganan dan penanggulangan kejahatan terorisme lebih berperspektif pelaku ketimbang korban. Ini dapat terlihat dari pemberitaan media yang lebih kerap mengulas sisi sepak terjang pelaku. Selain itu, kebijakan negara lebih getol merehabilitasi pelaku teroris melalui program deradikalisasi.  

Baca Juga:

Pelaksanaan program deradikalisasi yang dilakukan BNPT dan Densus 88 Polri ini sebagai amanat UU 5/2018 dan (PP) No.77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. Dalam praktiknya, program deradikalisasi – upaya mengurangi dan menghilangkan paham radikal dalam diri seseorang - lebih banyak memperhatikan sisi pelaku teroris.

Program deradikalisasi baik di dalam maupun di luar lapas itu, melalui pendekatan wawasan kebangsaan (setia kepada Pancasila dan NKRI), pemahaman agama, dan wirausaha. Untuk wirausaha misalnya, ada mantan napi teroris yang sudah berikrar setia terhadap NKRI mendapat bantuan finansial untuk modal usaha yang dibiayai Densus 88, membuka usaha kerajinan tangan. Bahkan, ada sejumlah mantan napi teroris diberi lahan perkebunan untuk ditanami tumbuhan yang bisa menghasilkan uang. Lalu, bagaimana dengan perlindungan para korban aksi terorisme?

Direktur Eksekutif Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Adi Prasetya mengingatkan pemberitaan media mengenai isu terorisme sudah diatur dalam Peraturan Dewan Pers No.01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme yang salah satunya menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik.

“Sebagai sebuah trustworthy news indicator, tidak memberitakan secara demonstratif dan atau mendukung aksi terorisme dan rasisme (glorifikasi, red),” ujar Adi Prasetya saat membuka diskusi bertajuk “Terorisme dalam Pandangan Negara, Media dan Korban” di Jakarta, Rabu (26/7/2023).         

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait