Menanti Kebijakan Tepat Menanggulangi Masalah Asap
Fokus

Menanti Kebijakan Tepat Menanggulangi Masalah Asap

Regulasi yang ada tak efektif meredakan persoalan kebakaran hutan. Upaya pencegahan lebih penting ketimbang pemadaman.

YOZ/KAR/CR19
Bacaan 2 Menit

“Dengan demikian, maka negara ASEAN yang terkena asap dari Indonesia tidak bisa menuntut,” kata Hikmahanto.

.Di sisi lain, lanjut Hikmahanto, Indonesia juga tak boleh menolak bantuan yang diberikan oleh negara tetangga dalam menangani masalah asap. Menurutnya, Indonesia harus membuka diri, karena masalah asap tersebut menjadi persoalan lintas batas negara yang wajib diperhatikan secara bersama-sama.

Hikmahanto tak menampik bencana asap ini bukanlah pertama kali terjadi. Beberapa tahun sebelumnya, muncul wacana negara tetangga akan menggugat Indonesia karena asap. Hal itu dikarenakan Indonesia belum meratifikasi perjanjian penanggulangan asap tersebut.

“Pada kasus-kasus sebelumnya, ketika kita belum meratifikasi perjanjian penanggulangan asap ini sering muncul wacana negara tetangga untuk menggugat. Bisa saja mereka menempuh jalur arbitrase internasional. Tapi, hal-hal semacam itu bisa memicu ketegangan jika tidak ada penanganan dari pemerintah Indonesia,” tutur Hikmahanto.

Perusahaan Asing

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, 99 persen motif dan modus kebakaran hutan yang marak terjadi semata-mata untuk mengakali biaya pembebasan lahan yang sangat tinggi. Motif lainnya adalah untuk membuka lahan perkebunan sawit. Artinya, selain melibatkan perorangan, kasus kebakaran hutan juga diduga melibatkan korporasi.

Mabes Polri mengakui akan hal itu. Kabareskrim Polri Komjen Anang Iskandar mengatakan, setidaknya tujuh korporasi diduga kuat terlibat dalam sejumlah kasus kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Ketujuh korporasi itu berinisial PT ASP (perusahaan modal asing Tiongkok) di Kalteng, PT KAL (PMA Australia) di Kalbar, PT IA (PMA Malaysia) di Sumsel, PT PAH (PMA Malaysia) di Jambi, PT AP (PMA Malaysia) di Jambi, PT H (PMA Singapura) di Sumsel dan PT MBI (PMA Malaysia) di Sumsel.

"Kasusnya ditangani Polda-polda setempat," ujar Anang.

Sementara kepolisian menetapkan Komisaris PT PAH,yakni KBH dan Komisaris PT AP yang berinisial KKH sebagai tersangka. Keduanya merupakan warga negara Malaysia.Menurut Anang, mereka dikenakan Pasal 116 UU Lingkungan Hidup.

Tags:

Berita Terkait