Menanti Kebijakan Tepat Menanggulangi Masalah Asap
Fokus

Menanti Kebijakan Tepat Menanggulangi Masalah Asap

Regulasi yang ada tak efektif meredakan persoalan kebakaran hutan. Upaya pencegahan lebih penting ketimbang pemadaman.

YOZ/KAR/CR19
Bacaan 2 Menit

Anggota DPC PERADI Pekanbaru, Torri Alexander Wahyudi, mengatakan DPC PERADI Pekanbaru tidak mau terburu-buru mendaftarkan gugatan class action itu ke pengadilan. Alasannya, karena ingin menyusun gugatan secara cermat dan tepat sasaran. Selain itu, pihaknya juga masih melakukan analisa sekaligus mengidentifikasi kerugian yang diderita masyarakat. Alasan lainnya, karena DPC PERADI Pekanbaru masih menunggu proses penanganan perkara yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kami menunggu hasil peradilan pidana tersebut sehingga bisa dijadikan sebagai subjek tergugat,” katanya.

Tuntutan Negara Tetangga

Bencana asap yang diakibatkan kebakaran hutan turut mengundang perhatian negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Mereka merasa dirugikan dengan adanya kabut asap hasil kebakaran hutan di Indonesia. Bukan hanya soal kesehatan, mereka juga merasa dirugikan dari segi ekonomi. Banyak sekolah yang diliburkan, bahkan sejumlah penerbangan di dalam negeri sampai di-pending akibat bencana ini.

Pakar hukum lingkungan internasional, Laode Muhammad Syarif, mengingatkan bahwa Indonesia bisa digugat oleh negara lain ke forum internasional akibat bencana asap. Jika pemerintah Indonesia tidak berbuat banyak dan terkesan membiarkan bencana asap terus berulang, potensi gugatan itu semakin besar.

Seingat Syarif, tiga presiden Indonesia yang berbeda pernah meminta maaf kepada negara tetangga akibat ‘kiriman’ asap. Pernyataan maaf itu ada admission of guilty, pengakuan bersalah pemerintah yang bisa dijadikan amunisi oleh negara lain bahwa Indonesia memang bersalah. Dengan menggunakan amunisi itu, Indonesia bisa langsung kalah. Dalam dunia internasional, ada preseden kasus ini, seperti Trail Smelter Arbitration Case antara Amerika Serikat dan Kanada.

Namun, Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana menilai, potensi gugatan dari negara tetangga tersebut akibat bencana asap bisa ‘diredam’ lantaran Indonesia telah meratifikasi Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution).

Ratifikasi tersebut dilakukan pada September 2014 lalu. Kemudian, ratifikasi ini menjadi UU No. 26 Tahun 2014. Persetujuan ini mengharuskan Indonesia melakukan serangkaian aktivitas untuk mencegah dan menanggulangi pembakaran. Indonesia juga harus memperkuat basis regulasi, termasuk penegakan hukumnya.

Tags:

Berita Terkait