Menakar Penanggulangan Korupsi dalam Kinerja Pansel KPK
Kolom

Menakar Penanggulangan Korupsi dalam Kinerja Pansel KPK

​​​​​​​Keberhasilan menyeleksi orang-orang terbaik yang tidak diragukan reputasi antikorupsinya adalah keberhasilan Pansel dalam mewujudkan impian seluruh bangsa ini.

Bacaan 2 Menit

 

Kita perlu menyadari dengan menyitir pendapat Acemoglu dan Robinson (2012), bahwa KPK seumpama institusi yang menggerakan roda kemajuan peradaban. Peradaban dimaksud ialah bahwa KPK sudah menjadi pembangun peradaban anti-korupsi bangsa dengan pelbagai usaha penanggulangan anti-korupsi selama ini. KPK dengan jalannya sendiri memajukan peradaban melalui usaha menyelamatkan keuangan dan perekonomian negara, memperbaiki nilai dan norma yang carut-marut dalam tata pemerintahan dan masyarakat.

 

Hal-hal mendasar yang sebetulnya bila disadari masing-masing orang, maka perjuangan korupsi tidaklah seberat saat ini. Karena orang memandang korupsi adalah sebuah dosa besar dan tidak punya ruang permaafan dan pembenaran dalam nilai dan perilaku hidup bangsa Indonesia sehingga mendorong sikap dan perilaku pun berubah ke arah lebih antikorupsi.

 

Kita boleh mendekati penghujung kinerja Pansel tetapi keberhasilan menyeleksi orang-orang terbaik yang tidak diragukan reputasi antikorupsinya adalah keberhasilan Pansel dalam mewujudkan impian seluruh bangsa ini, sekaligus mencegah berkuasanya mereka yang buruk sikap dan perilaku di dalam sistem. Begitu pula sebaliknya bila Pansel gagal. Karena kita ketahui bersama bahwaKPK merupakan sebuah lembaga negara di mana hampir semua elit politik, parpol, birokrat maupun pemilik modal di negeri ini berkepentingan terhadapnya. Kita tidak ingin ada kepentingan politik dan ekonomi yang masuk di sana. 

 

Seandainya ada yang kebablasan masuk dengan motif selain memberantas korupsi, maka bisa jadi lembaga penegakan hukum ini berubah menjadi lembaga penegak politik, maka babak baru korupsi politik dapat saja terjadi. Sebagaimana dikatakan Carbonell-Catilo dalam Inge Amundsen (1999:3) bahwa korupsi politik tidak hanya mengarah pada misalokasi sumber daya, tapi juga mempengaruhi cara pengambilan keputusan. Korupsi politik adalah manipulasi institusi politik dan peraturan prosedur, dan karena itu mempengaruhi institusi pemerintahan dan sistem politik, dan seringkali menyebabkan peluruhan institusional.

 

Oleh karena itu, korupsi politik lebih dari sekadar penyimpangan dari norma hukum formal dan tertulis, dari kode etik profesi dan keputusan pengadilan. Korupsi politik adalah ketika undang-undang dan peraturan disalahpahami secara sistematis oleh penguasa, diinjak, diabaikan, atau bahkan disesuaikan agar sesuai dengan kepentingan mereka. Kita juga belum tahu apakah Pansel berhasil mendapatkan sepuluh orang yang ideal?

 

Namun menurut saya untuk kepentingan ini Presiden harus mempertimbangkan dan mengantisipasi mengambil tindakan yang responsif dan tepat. Apakah itu dalam kondisi kuota sepuluh orang terpenuhi atau kurang dari sepuluh orang. Tentunya, kita serahkan skema keputusan selanjutnya kepada Presiden selaku otoritas tertinggi. Yang jelas, dengan mencegah dari syarat yang ada memberikan deterrence effect bagi stakeholder atau siapapun yang punya kepentingan lain terhadap KPK.

 

*)Korneles Materay adalah Pemerhati Hukum, bekerja di Perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award.

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait