Menakar Penanggulangan Korupsi dalam Kinerja Pansel KPK
Kolom

Menakar Penanggulangan Korupsi dalam Kinerja Pansel KPK

​​​​​​​Keberhasilan menyeleksi orang-orang terbaik yang tidak diragukan reputasi antikorupsinya adalah keberhasilan Pansel dalam mewujudkan impian seluruh bangsa ini.

Bacaan 2 Menit

 

Kaitannya dengan ratifikasi, UNCAC memiliki nilai positif bagi Indonesia, di antaranya UNCAC memfasilitasi dan memberi akses untuk mempermudah melakukan kerja sama dengan negara-negara lain, selain itu memiliki arti penting untuk harmonisasi perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai konvensi ini (Supardi, 2018: 199).

 

Dalam preamble UNCAC dinyatakan secara eksplisit bahwa negara-negara pihak dalam konvensi merasa prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum. Korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, tetapi merupakan fenomena internasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi.

 

Dari keprihatinan yang tertuang dalam UNCAC di atas, kita dapat melihat bagaimana kadar kerusakan dari kejahatan korupsi dimana tidak semata-mata menyasar sisi ekonomi masyarakat, bangsa dan negara di dunia, namun juga terhadap nilai-nilai yang tinggal dan diyakini dalam membangun peradabannya. Dengan kata lain, dampak dari kejahatan korupsi dapat dihitung secara matematis atau ekonomi sampai tidak dapat dihitung lagi. Maka, korupsi adalah kejahatan yang bersifat merusak secara sistematis dan membunuh kemanusiaan. Sebagaimana dikatakan Artidjo bahwa kejahatan luar biasa perlu cara-cara memberantas yang luar biasa. Lalu bagaimana dalam konteks ini kita memahaminya?

 

Lingkup penanggulangan/pemberantasan korupsi di Indonesia menurut Pasal 1 ayat (3) UU KPK mencakup upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dengan peran serta masyarakat. Bila disederhanakan, secara umum strategi pemberantasan korupsi memiliki 3 (tiga) unsur utama yaitu pencegahan, penindakan dan peran serta masyarakat. Ketiga strategi tersebut harus dilakukan secara luar biasa agar menimbulkan efek jera (deterrence effect) dalam upaya meminimalkan penyebab dan peluang bagi orang terlibat dalam urusan atau kepentingan yang korupsi.

 

Bila dihubungkan kembali dengan instrumen dan kebijakan seperti LHKPN hanyalah salah satu bagian dari upaya atau strategi menanggulangi korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, namun penting sekali untuk diterapkan. Demikian UNCAC dalam Pasal 5 ayat (1) menegaskan agar “negara pihak  wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem  hukumnya, mengembangkan dan melaksanakan atau memelihara  kebijakan  anti korupsi  yang efektif dan terkoordinasi yang meningkatkan partisipasi masyarakat dan mencerminkan prinsip-prinsip penegakan hukum, pengelolaan urusan publik dan kekayaan publik secara baik, integritas, transparansi dan akuntabilitas; dan ayat (2) Negara Pihak wajib mengupayakan untuk membangun  dan  meningkatkan praktik-praktik yang efektif untuk tujuan pencegahan korupsi.”

 

Pandangan senada dari Pieter Hoefnagels dalam “The Other Side of Criminology” yang mengatakan bahwa penanggulangan (kejahatan) dapat dilakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment (mass media). Maka, Pansel dalam hal ini dapat dipandang memainkan peran prevention without punishment terhadap para calon Pimpinan yang patut diduga “bermasalah.”

 

Siapa yang Pantas?

Sebentar lagi, kita semakin dekat melihat sosok-sosok Pimpinan KPK baru. Siapakah yang pantas dan layak? Proses dan waktu akan menjawab semuanya. Tetapi meloloskan calon yang mengabaikan kewajiban hukumnya atau memiliki rekam jejak buruk di mata publik ibarat membiarkan KPK menjemput mautnya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait