Membumikan Bahasa Hukum
Kolom

Membumikan Bahasa Hukum

"Aduh sulit amat sih istilahnya, sudah begitu tidak ada penjelasannya lagi," seorang teman berkomentar terhadap berita tentang pengadilan Ketua DPR Akbar Tandjung. Rupanya, teman yang bukan orang hukum ini kerepotan juga memahami berbagai istilah teknis di bidang hukum. Padahal bagi para praktisi hukum, pemakaian terminology hukum dan penyisipan istilah asing sudah menjadi kelaziman. Apalagi mereka terbiasa menggunakan kalimat yang panjang, sangat detil dan berputar-putar. Masalahnya, bagaimana "membumikan" bahasa hukum agar lebih universal dan mudah dipahami?

Bacaan 2 Menit

Bahasa hukum dan jurnalistik

Bahasa hukum mempunyai berbagai istilah yang diambil bahasa asing, seperti juga bidang kedokteran atau teknik. Bagi komunitas hukum, penggunaan berbagai istilah dan interpretasinya mungkin tidak terlalu bermasalah. Nah jika istilah itu disebarluaskan melalui media, tentu saja harus ada penjelasan yang cermat mengenai berbagai istilah asing itu. Apalagi pemakaian bahasa hukum lebih meluas karena banyak kalangan yang berhubungan atau membutuhkan informasi hukum, seperti perundang-undangan, peraturan, dan kebijakan.

Para praktisi hukum memang sudah terbiasa menggunakan berbagai istilah hukum  sesuai dengan kebutuhannya. Sementara para pembaca berita di koran, majalah, atau media online kebanyakan adalah orang yang awam terhadap istilah hukum. Pemakaian istilah hukum yang tidak jelas dan berlebihan justru dapat membosankan dan mungkin bisa mengurangi selera pembaca untuk membaca berita atau artikel tersebut. Pasalnya, kebanyakan pembaca justru tidak mau dipusingkan dengan berbagai istilah teknis. Pembaca justru lebih membutuhkan peritiwa yang hangat, atau yang menghebohkan. Jadi, bukan mengenai bagaimana atau penjelasan dan dasar-dasar hukumnya.

Ada definisi kocak tentang berita yang dipopulerkan oleh Charles A. Dhana pada 1882, "jika  anjing menggigit orang itu bukan berita. Bila orang menggigit anjing, nah itu baru berita."  Orang lebih gampang tersentuh atau tertarik membaca sebuah berita jika itu mengandung unsur aktualitas, ada keistimewaan, memiliki daya tarik, memiliki dampak, dan menyangkut kepentingan umum. Karena itu, sebagian besar tulisan di koran adalah jenis berita yang biasanya ditulis pendek-pendek, bahasanya lugas, langsung menukik ke permasalahan, tanpa banyak bunga-bunga, dan strukturnya tidak banyak bervariasi. Karakteristik berita ini jelas berbeda dengan bahasa hukum yang biasanya menggunakan kalimat yang panjang-panjang,  bertele-tele, dan menjemukan.

Selain mengandung persyaratan faktual, informatif, objektif, dan akurat, tentu saja berbagai informasi dan fakta mengenai kasus hukum atau sidang di pengadilan harus diolah dan dikemas dengan menarik. Seperti mengolah makanan, sang koki harus piawai "menggoreng" tulisannya agar enak dibaca. Dengan pilihan kata dan kalimat yang berisi, sebuah informasi hukum yang biasa-biasa saja mungkin bisa memikat pembacanya. Biasanya, pembaca akan tertarik membaca sebuah artikel dari judul atau lead (intro atau teras) yang menggoda. Misalnya, sebuah lead berita berikut:

"Coca-Cola,... dahsyat Man," begitu bunyi sebuah iklan lama Coca-Cola yang dibintangi Hakeem Olajuwon, jagoan bolabasket negro AS. Uniknya, perusahaan raksasa minuman cola dari Negeri Paman Sam ini harus membayar sekitar Rp1,6 triliun gara-gara melakukan diskriminasi terhadap pekerja negro. Ini baru benar-benar, dahsyat Man!  (hukumonline.com,  19 November 2000).

Sebenarnya informasi dari berita itu biasa saja bahwa Coca-Cola harus membayar Rp1,6 triliun karena melakukan diskriminasi. Untuk menciptakan unsur dramatis, lalu si penulis mengingatkan tentang iklan perusahaan itu yang dibintangi pemain basket negro terkenal. Jadi pesannya lebih gampang ditangkap dan mengena, perusahaan multinasional yang pernah menggunakan bintang negro, tapi justru melakukan diskriminasi terhadap karyawannya yang negro.

Haruslah diingat, pembaca media akan memilih berita yang benar-benar penting atau menarik. Apalagi ada puluhan media-baik cetak, elektronik, online-harus bersaing ketat untuk dapat menjaring dan memikat konsumennya. Jangan lupa pula bahwa pembaca juga mempunyai waktu terbatas karena berbagai kesibukannya. Karena itu, jangan heran kalau berita atau artikel yang membosankan dan kering karena dikemas seadanya tidak bakal memikat pembaca.

Tags: