Melihat Pengaturan Perzinaan, Kohabitasi, dan Perkosaan dalam KUHP Baru
Terbaru

Melihat Pengaturan Perzinaan, Kohabitasi, dan Perkosaan dalam KUHP Baru

KUHP baru mengatur perzinaan lebih luas tak hanya orang yang terikat perkawinan, tapi setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan siapapun sepanjang bukan suami atau istrinya.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Ancaman pidana kohabitasi yang diatur KUHP lebih ringan ketimbang perzinaan. Selain itu pembuktian kohabitasi tidak serumit perzinaan yang harus membuktikan terjadinya persetubuhan. Tapi perlu diingat, ada daerah yang menganggap kohabitasi bukan perbuatan tercela.

Lebih lanjut Chaerul Huda yang juga penasihat ahli Kapolri bidang hukum pidana itu menjelaskan, UU 1/2023 mengatur tindak pidana perkosaan lebih luas ketimbang KUHP peninggalan kolonial Belanda. Antara lain perkosaan dengan kekerasan, non kekerasan, perkosaan dalam lingkup perkawinan, bahkan perkosaan dengan menggunakan benda lain yang bukan anggota tubuh. Perkosaan tak lagi diidentikan dengan persetubuhan beda jenis kelamin, tapi juga untuk sesama jenis. Pencabulan secara paksa seperti memasukan bagian tubuh lain non alat kelamin ke kemaluan atau dubur juga dinilai sebagai perkosaan.

Guru Besar Hukum Pidana FH Universitas Trisakti, Andi Hamzah, berpendapat soal ketentuan kohabitasi sebagaimana diatur pasal 412 KUHP menilai ancaman pidananya lebih ringan daripada perzinaan. Prof Andi mengacu pandangan pakar hukum adat Prof Hazairin, yang menyebut sedikitnya ada 3 daerah yang membiarkan kohabitasi. Alasannya karena dianggap urusan masing-masing yakni Bali, Minahasa, dan Mentawai. Prof Andi mengusulkan agar ketentuan ini diatur melalui peraturan daerah yang berlaku hanya di daerah masing-masing.

“Menurut saya bagaimana jika ini salah satu yang bisa diatur dalam Perda,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait