Secara umum pendirian kantor hukum atau law firm di Indonesia berbentuk firma ataupun persekutuan perdata sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD). Seiring perkembangan waktu, terdapat kantor hukum dengan bentuk perseroan terbatas (PT). Namun, perlu dipahami terdapat kekeliruan logika hukum dalam pendirian law firm berbentuk firma dan PT tersebut.
Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Prof Yetty Komalasari Dewi menjelaskan bentuk law firm yang tepat yaitu maatschap seperti yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bukan firma dalam Kitab Usaha Hukum Dagang (KUHD). Hal ini karena lawyer termasuk kategori profesi yang memerlukan kompetensi khusus dan tidak semua orang dapat melakukannya. Selain itu, profesi lawyer meski mendapatkan pembayaran atas jasanya bukan mencari keuntungan melainkan pembayaran atas usahanya. Sehingga, prinsip tersebut termasuk dalam ruang linkup keperdataan bukan perdagangan (KUHD).
“Teman-teman kantor hukum suka agak misleading, mereka tidak paham kalau mereka dibayar bukan jual jasa. Persoalannya adalah kalau Anda pedagang, atau pengusaha, berarti semua orang bisa melakukan perbuatan itu. Pertanyaannya, apakah setiap orang dapat mendirikan kantor hukum?, tidak kan,” ujarnya kepada Hukumonline, beberapa waktu lalu.
Baca juga:
- Beragam Bentuk Usaha Law Firm di Ajang Pemeringkatan Kantor Hukum Indonesia 2023
- Membandingkan Maatschap dan Firma, Bentuk Perusahaan Paling Umum Bagi Kantor Hukum
- Ada 16 Kategori Juara di Pemeringkatan Kantor Hukum Indonesia 2023
Dia menekankan profesi yang bukan berorientasi pada keuntungan pengaturannya bukan pada KUHD, melainkan KUHPerdata. Secara umum, KUHPerdata mengatur tentang persekutuan perdata atau maatschap yang tercantum dalam 1618 KUHPerdata menyebutkan “Perseroan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka”.
Prof Yetty berpendapat, KUHPerdata mengatur maatschap secara khusus sebagaimana dalam Pasal 1623. Dalam ketentuan tersebut, maatschap khusus mencangkup ruang lingkup pekerjaan tetap. “Maatschap yang mengatur pekerjaan tetap ini lah profesi. Sehingga, kantor hukum-kantor hukum dulu bentuk hukumnya adalah persekutuan perdata karena mengacu pada basis ini (KUHPerdata),” ujarnya.
Lantas kenapa terdapat kantor hukum di Indonesia berbentuk firma?. Dia menjelaskan salah satunya diakibatkan salah kaprah penerjemahan dari istilah law firm. Padahal “firm” tersebut bermakna bentuk usaha bukan firma dalam KUHD. Selain itu, terdapat juga pengadopsian sistem hukum dari negara-negara common law seperti Amerika Serikat yang tidak mengkategorikan perusahaan berdasarkan profesinya.