Selanjutnya, berdasarkan asas single prosecution system, maka hanya Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi dalam suatu negara dan hanya penuntut umum yang menerima pendelegasian wewenang dari Jaksa Agung yang dapat melakukan penuntutan.
Bahwa berdasarkan asas een en ondelbaar, Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan. Asas ini berfungsi memelihara kesatuan kebijakan penuntutan yang menampilkan tata pikir, tata laku, dan tata kerja lembaga penuntut sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan dan Penjelasannya.
“Pasal tersebut menekankan institusi Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga yang diberi wewenang penuntutan dimana Jaksa Agung selaku pimpinan yang mengendalikan tugas dan wewenang Kejaksaan,” tulis eksepsi tersebut.
Bahwa berdasarkan asas Dominus Litis, Kejaksaan dan Penuntut Umum yang menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung adalah pemilik perkara atau pihak yang memiliki kepentingan nyata dalam suatu perkara, sehingga berwenang menentukan dapat tidaknya suatu perkara diperiksa dan diadili di persidangan.
Penasihat hukum memberikan contoh perkara yang penuntutannya melalui pendelegasian Jaksa Agung yaitu dalam perkara korupsi Satelit Kementerian Pertahanan dengan Terdakwa Surya Cipta Witoelar, dkk dan Thomas Vander Heiden yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Dalam perkara tersebut, para Oditur Militer yang ikut melakukan Penuntutan (termasuk dalam Surat Perintah Penuntut Umum) telah menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung.
Oleh karena itu, menurut penasihat hukum seluruh penuntutan pidana di Republik Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh KPK RI maupun lembaga lain hanya dapat dilakukan oleh Penuntut Umum yang telah menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung karena sesuai asas single prosecution system dan dominuus litis hanya Jaksa Agung yang menjadi Penuntut Umum tunggal yang memiliki kewenangan tunggal melakukan penuntutan tindak pidana.
Faktany, yang melakukan Prapenuntutan dan Penuntutan dalam perkara ini adalah Penuntut Umum yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK RI sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU KPK, bukan oleh Penuntut Umum yang menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung.