Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal
Terbaru

Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal

Selain dari aspek hukum internasional terkait keselamatan maritim, tubrukan kapal juga melibatkan aspek hukum perdata yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Forum dan Yurisdiksi

Hingga saat ini Indonesia tidak memiliki peradilan yang dikhususkan untuk menangani sengketa pelayaran dan pengangkutan laut seperti banyak negara dengan sistem common law yang memiliki admiralty court (peradilan maritim).  Dengan tidak adanya peradilan maritim, sengketa pelayaran dan pengangkutan laut seperti klaim kargo dan klaim yang timbul dari tubrukan diperiksa di pengadilan negeri sebagai peradilan tingkat pertama.

 

Terkait dengan sifat tubrukan, pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut tidak terikat oleh hubungan kontraktual sebelumnya dan hubungan hukum mereka timbul dari tindakan perbuatan melawan hukum. Dengan tidak adanya hubungan kontraktual sebelumnya, mereka tidak terikat oleh perjanjian arbitrase. Ini menjelaskan mengapa umumnya sengketa tubrukan kapal diselesaikan melalui jalur litigasi. Namun, oleh karena secara teori, pihak-pihak dapat sepakat untuk membuat acta compromise(kesepakatan untuk mengajukan sengketa mereka ke arbitrase setelah timbulnya sengketa) para pihak yang terlibat dalam tubrukan dapat menyelesaikan sengketa tubrukan mereka melalui arbitrase atas dasar kesepakatan bersama yang dituangkan dalam suatu acta compromise.

 

Terakhir, Pasal 222 Undang-Undang Pelayaran menyatakan bahwa setiap kapal yang terlibat dalam perkara pidana dan perdata dapat ditahan. Selanjutnya, Pasal 223 Undang-Undang Pelayaran menentukan bahwa pihak dapat meminta penahanan kapal tanpa mengajukan gugatan, atas dasar klaim pelayaran (maritme claim), misalnya kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal seperti tubrukan kapal. Meskipun demikian, implementasi ketentuan ini terbatas karena belum adanya peraturan pelaksana yang mengatur praktik tersebut. Sebagai hasilnya, sebagian besar pengadilan masih enggan mengeluarkan perintah penahanan kapal. Disebabkan oleh kurangnya efektivitas rezim penahanan kapal, dalam praktiknya, seorang penggugat mengajukan sita jaminan terhadap aset tergugat, termasuk kapal-kapalnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Kantor Hukum Marieta Mauren.

Tags:

Berita Terkait