Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal
Terbaru

Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal

Selain dari aspek hukum internasional terkait keselamatan maritim, tubrukan kapal juga melibatkan aspek hukum perdata yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Berdasarkan Pasal 220 Undang-Undang Pelayaran, syahbandar berwenang untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap kecelakaan maritim seperti tubrukan. Atas diskresinya, syahbandar dapat mengirimkan temuan pemeriksaan pendahuluan ke Mahkamah Pelayaran untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap suatu kecelakaan. Namun, meski disebut sebagai ’mahkamah’ (pengadilan), Mahkamah Pelayaran sebenarnya bukan lembaga yudisial, melainkan lembaga administratif yang memeriksa indikasi atau dugaan kesalahan atau kelalaian dalam implementasi standar profesional pelayaran oleh nahkoda atau perwira kapal dalam kejadian kecelakaan maritim seperti tubrukan.

 

Tanggung Jawab Perdata

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPer) mengatur, secara umum, operator kapal yang terbukti bersalah dalam suatu tubrukan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian pihak lain. Aspek ’tanggung jawab’ dalam suatu tubrukan, juga telah diatur KUHD sebagai berikut:

 

  1. Jika tidak dapat dipastikan siapa yang bersalah dalam suatu tubrukan, baik karena tubrukan disebabkan oleh keadaan kahar atau jika ada keraguan tentang penyebab tubrukan, kerugian akan ditanggung oleh mereka yang mengalami kerugian tersebut (Pasal 535).
  2. Jika tubrukan disebabkan kesalahan salah satu kapal yang bertubrukan, operator kapal yang melakukan kesalahan tersebut bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi kepada kapal lain (Pasal 536).
  3. Jika tubrukan atas kesalahan kedua kapal, tanggung jawab masing-masing operator kapal akan proporsional atau sebanding dengan tingkat kesalahan masing-masing (Pasal 537 ayat 1). Proporsi tersebut akan ditetapkan oleh hakim tanpa adanya kewajiban bagi pihak yang menuntut ganti rugi untuk membuktikan proporsi tersebut. Jika hal tersebut tidak dapat ditetapkan, masing-masing operator kapal akan bertanggung jawab masing-masing untuk bagian yang sama (Pasal 537 ayat 2).
  4. Dalam hal kematian atau cedera akibat tubrukan, setiap operator kapal akan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian yang dialami akibat kematian atau cedera. Operator yang telah membayar ganti rugi kepada pihak ketiga sesuai dengan proporsi tanggung jawab yang ditetapkan sesuai dengan cara yang diatur pada poin c di atas berhak untuk menuntut kelebihan dari kapal lain (Pasal 537 ayat 3).
  5. Jika kapal yang ditarik bertubrukan dengan kapal ketiga karena kesalahan kapal yang menarik, operator kapal yang ditarik dan kapal yang menarik akan bertanggung jawab atas kerugian secara tanggung menanggung (Pasal 538).

 

Sementara itu, KUHPer memberikan hak kepada mereka yang mengalami kerugian untuk mendapatkan ganti rugi dengan cara mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dasar adanya kesalahan. Pasal 1365 KUHPer mengharuskan setiap orang yang perbuatan melanggar hukumnya telah menyebabkan kerugian pada pihak lain untuk memberikan ganti rugi. Berdasarkan ketentuan ini, agar suatu tindakan dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, harus dibuktikan dengan unsur-unsur berikut secara kumulatif:

 

  1. Perbuatan melanggar hukum;
  2. Kesalahan;
  3. Kerugian;
  4. Hubungan sebab-akibat antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian yang terjadi.

 

Gugatan hukum atas kerugian atau kerusakan yang timbul akibat tubrukan kapal diajukan sebagai tuntutan atau gugatan perbuatan melawan hukum. Meskipun penggugat yang menuntut ganti rugi akibat tubrukan kapal akan diharuskan membuktikan keempat unsur gugatan perbuatan melawan hukum secara kumulatif,  terdapat dua unsur yang menjadi perdebatan spesifik dalam praktik hukum pengangkutan laut, yaitu unsur kerugian dan kesalahan.

 

Dalam konteks pembuktian kesalahan pihak tergugat, penggugat mungkin akan menggunakan Putusan Mahkamah Pelayaran untuk membuktikan adanya kesalahan kapal yang bertubrukan dengan kapal penggugat, yang telah menyebabkan kerugian bagi penggugat.

Tags:

Berita Terkait