Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal
Terbaru

Marieta Mauren Bicara Teori dan Praktik Tanggung Jawab Perdata dalam Tubrukan Kapal

Selain dari aspek hukum internasional terkait keselamatan maritim, tubrukan kapal juga melibatkan aspek hukum perdata yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

”Sebagaimana kita ketahui, Mahkamah Pelayaran bertugas untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh syahbandar. Dalam melaksanakan tugasnya ini, Mahkamah Pelayaran berwenang untuk memeriksa penyebab suatu kecelakaan kapal dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi kepelautan oleh nahkoda atau perwira kapal dalam suatu tubrukan kapal,” Desi menjelaskan.

 

Di sisi lain, karena syahbandar memiliki diskresi untuk menentukan apakah akan merujuk temuan awal mereka ke Mahkamah Pelayaran, syahbandar bisa saja menentukan bahwa tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan oleh Mahkamah Pelayaran untuk suatu tubrukan tertentu. Oleh karena itu, tidak akan ada keputusan dari Mahkamah Pelayaran yang dikeluarkan untuk tubrukan tersebut.

 

Dalam hal tidak terdapat keputusan dari Mahkamah Pelayaran, mungkin pembuktian adanya kesalahan kapal lain (kapal tergugat dalam hal ini) menjadi lebih kompleks. Dalam kasus seperti ini, ahli navigasi atau keselamatan maritim yang diajukan  oleh penggugat memainkan peran yang krusial bagi penggugat dalam membuktikan unsur kesalahan pada pihak kapal lain. Mengingat bahwa hakim pada umumnya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki latar belakang navigasi atau pelayaran, pendapat para ahli ini dapat memberikan wawasan atau petunjuk yang signifikan dalam menentukan penyebab tubrukan.

 

Secara umum, kerugian dalam perbuatan melawan hukum dapat diklasifikasikan menjadi kerugian materiil dan immateriil. Kerugian materiil termasuk hilangnya keuntungan yang diharapkan. Kerugian immateriil dapat berupa tekanan psikologis, rasa takut, cedera fisik, dan kehilangan kenyamanan. Penggugat perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas dari kerugian yang dialami dengan perbuatan melawan hukum tergugat, bahwa kerugian yang dialami merupakan akibat langsung dari tubrukan dengan kapal tergugat. Dalam kasus tubrukan, seorang penggugat biasanya akan mengajukan tuntutan atas biaya perbaikan kapal, kerusakan atas muatan, biaya survei, dan kehilangan potensi penghasilan dari carter kapal (loss of hire).

 

Daluwarsa

Adapun Pasal 742 KUHD mengatur bahwa semua tuntutan yang terkait dengan tubrukan kapal tunduk pada daluwarsa dua tahun sejak hari terjadinya tubrukan atau kerusakan sebagai akibat dari tubrukan.

 

Pasal 1979 KUHPer menetapkan bahwa daluwarsa dapat dicegah dengan somasi, peringatan, dan gugatan hukum yang disampaikan oleh pejabat yang berwenang (misalnya, juru sita pengadilan) atas nama pihak yang menuntut (penggugat) kepada pihak yang  akan dicegah (tergugat). Dalam praktik, hal ini menjadi masalah karena saat ini juru sita pengadilan tidak lagi melaksanakan tugas mengirimkan somasi. Oleh karena itu, berbeda dengan yang secara resmi disampaikan oleh juru sita pengadilan sebagaimana diatur oleh Pasal 1979 KUHPer, terdapat pandangan yang berbeda tentang apakah somasi yang disampaikan oleh penggugat baik melalui kuasa hukum atau tidak (privately served) cukup untuk mencegah daluwarsa.

 

”Meskipun demikian, adalah praktik umum bagi penggugat untuk menyampaikan somasi kepada tergugat (baik melalui kuasa hukum atau tidak)  untuk mencegah daluwarsa,” Desi menambahkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait