Majelis Kritisi Argumentasi Pemerintah-DPR dalam Uji UU MD3
Berita

Majelis Kritisi Argumentasi Pemerintah-DPR dalam Uji UU MD3

Mulai keterangan DPR yang berbeda dengan Pemerintah, Majelis mempertanyakan hubungan DPR dan Kepolisian, hingga pemerintah dinilai tidak tegas.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, klausul perlunya pertimbangan MKD dan Presiden sebelum penegak hukum memeriksa anggota DPR sehubungan terjadinya tindak pidana juga telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014. Hanya saja, melalui putusan MK No. 76/PUU-XII/2014 terkait pengujian Pasal 224 ayat (5) dan Pasal 245 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2014 yang telah diubah pemeriksaan anggota DPR oleh MKD yang diduga terlibat tindak pidana diganti “persetujuan presiden”. "Sudah diputus MK melalui putusan No. 76/PUU-XII/2014," kata Ninik. 

 

Meski telah sepakat, Ninik mengatakan berbagai pasal yang dipersoalkan bukan merupakan usulan pemerintah. Pemerintah, lanjut Ninik, hanya mengusulkan adanya penambahan kursi pimpinan MPR, DPR, alat kelengkapan dewan di MKD, serta tugas badan legislasi. "Perlu dibentuk UU aquo guna meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat untuk mengembangkan kehidupan demokrasi," kata Ninik.

 

Majelis mempertanyakan

Menanggapi keterangan DPR dan pemerintah, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menilai UU MD3 ini bersifat organic. Artinya, hanya berfungsi bagi lembaga-lembaga yang diaturnya, seperti MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau lazim disebut UU organisatoris. Namun, UU MD3 ini juga mengatur lembaga eksternal dalam hal ini kepolisian dalam pasal 73 UU MD3.

 

Dalam pasal itu dijelaskan setiap orang wajib memenuhi panggilan DPR, apabila tiga kali berturut-turut dipanggil tidak merespon maka pemanggilan paksa dilakukan dengan bantuan kepolisian yang ditujukan secara tertulis kepada Kapolri. “Disini apa hubungannya DPR yang memanggil paksa dengan lembaga kepolisian. Tolong ini jelaskan, padahal UU MD3 ini aturan yang bersifat organik,” kata Maria mempertanyakan.

 

“Ini UU-nya untuk siapa? Siapa yang subjek hukum yang dikenai UU ini. Agak Aneh disini, apa hubunganya DPR dengan kepolisian negara?

 

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menilai kalau keterangan Presiden disandingkan dengan pendapat DPR, ada perbedaan yang mendasar. Menurut Palguna, keterangan yang disampaikan pemerintah seolah-olah mengungkap bahwa awalnya pemerintah mengajukan revisi UU MD3 hanya untuk mengusulkan perluasan kepemimpinan di DPR dan MPR.  “Namun, dari pernyataan pemerintah pula terjadi perluasan usulan hingga merembet kemana-mana.”

 

Hakim Konstitusi lain, Saldi Isra menilai sikap pemerintah pun tidak tegas, tak seperti DPR. Saat menutup pernyataannya, pemerintah hanya meminta agar Mahkamah mengambil keputusan seadil-adilnya. "Pemerintah juga tidak tegas meminta menolak permohonan para pemohon, tidak eksplisit seperti biasanya," kritiknya.

 

Saldi justru menganggap penyataan pemerintah seperti ingin menyampaikan alasan sikap Presiden Jokowi yang menolak menandatangani UU MD3 dengan menyampaikan 10 poin dalam keterangannya. Namun, keterangan pemerintah itu juga dinilai tidak menjawab permohonan para pemohon. (Baca Juga: MK Jamin Independen dan Imparsial Adili Uji UU MD3)

Tags:

Berita Terkait