Lucky Djani: Rakyat Terima Politik Uang Recehan, Tapi Kebobolan Miliaran
Utama

Lucky Djani: Rakyat Terima Politik Uang Recehan, Tapi Kebobolan Miliaran

Jangan dikira rakyat untung dengan menerima seperak dua perak pemberian dari para kandidat peserta pemilu. Di masa yang akan datang, rakyat justru akan kebobolan miliaran.

Zae
Bacaan 2 Menit
Lucky Djani: Rakyat Terima Politik Uang Recehan, Tapi Kebobolan Miliaran
Hukumonline

 

Lucky mengatakan bahwa banyak sekali kerugian yang akan diderita oleh rakyat Indonesia, seandainya membiarkan politik uang ini terjadi. Contoh sederhananya, para pemimpin yang bermodalkan politik uang tentu akan berupaya keras untuk mengembalikan dana yang telah ia keluarkan. Salah satu jalannya adalah korupsi. Istilahnya, rakyat menerima recehan tapi akan kebobolan miliaran, tegas Lucky.

 

Meski demikian Lucky juga mengakui bahwa mengungkap praktek politik uang itu sulit. Bahkan cukup sulit untuk dilakukan oleh Panwas Pemilu, mengingat sumber daya lembaga itu yang relatif sedikit. Namun, aktivis pemberantasan korupsi dari ICW ini memberi tips tentang cara-cara yang efektif untuk mengungkap praktek politik uang yang terjadi selama pemilu.

 

Pada bagian akhir, Lucky memberikan masukannya soal perbaikan-perbaikan apa yang harus dilakukan untuk mencegah politik uang ini terjadi kembali. Minimal, jumlahnya menurun dibanding dengan keadaan saat ini. Berikut ini petikanwawancara hukumonline dengan Lucky.

 

Sejauh mana pentingnya mengungkap politik uang dalam Pemilu?

 

Jelas sangat penting, karena kami melihat praktek politik uang ini sudah menjadi kebiasaan para kandidat Pemilu Legislatif, dan sekarang kandidat Pemilu Presiden melakukan politik uang. Kami melihat ini merupakan suatu distorsi bagi suatu proses Pemilu itu sendiri.

 

Pertama, karena politik uang ini akan menurunkan kualitas pemilu. Lebih jauh akan menurunkan kualitas demokrasi kita. Karena mereka berupaya mempengaruhi pilihan pemilih bukan berdasarkan kredibilitas atau integritas pribadi mereka, bukan berdasarkan program jelas dan terukur, dan bukan berdasarkan komitmen mereka terhadap rakyat. Tapi melulu karena ada iming-iming uang atau materi lainnya. Ini akan mendistorsi.

 

Kedua, kami memprediksi nanti pasca pemilu, siapapun yang terpilih, pasti mereka memerlukan sumber-sumber dana untuk menutupi dana-dana yang telah mereka keluarkan sekarang. Minimal mereka akan mengejar untuk break even point (nilai impas). Itu yang paling minimal. Itu membuka peluang atau stimulus bagi mereka untuk melakukan korupsi nantinya. Ini jelas merupakan dampak dari politik uang.

 

Sejauh mana aturan yang ada sekarang cukup untuk mengatur politik uang?

 

Sebenarnya masih sangat kurang. Contohnya di Filipina dan Thailand jelas diatur dengan undang-undang, ada tujuh atau delapan aktifitas yang boleh didanai. Di luar itu langsung dianggap pelanggaran dan sanksinya berat. Apalagi kalau melakukan politik uang.

 

Kemudian, di Indonesia tidak ada pembatasan masa. Di Filipina, 60 hari sebelum dan 30 hari setelah hari pemilihan tidak ada satu kandidat pun yang boleh membagi-bagikan barang dalam bentuk apapun. Jadi mau beramal, atau bantuan untuk bangun jalan dan lain-lain itu tidak diizinkan. Jadi ada waktu 3 bulan untuk mencegah penggunaan aktifitas yang bisa mempengarui pemilih.

 

Selanjutnya tentang jangka waktu dalam UU Pemilu Presiden. Ada batas waktu pelaporan selama 7 hari. Apabila sejak kejadian melewati 7 hari, kasus itu dianggap basi atau kadaluarsa. Ini yang sangat kami sesalkan. Padahal pengungkapan ini kan butuh waktu untuk merekam dan mencatat, supaya kami tidak dibilang memfitnah orang.

 

Kami juga butuh waktu untuk mengumpulkan bukti, saksi dan merekam kronologisnya dan kami harus melaporkan ke Panwas Pemilu. Harusnya tidak ada jangka waktu, atau minimal sejak kampanye sampai saat pengukuhan pemenang pemilu.

 

Apakah penyelenggara Pemilu sekarang sudah maksimal menangani hal ini?

 

Kalau Panwas Pemilu saya lihat mereka sudah berupaya semaksimal mungkin, terlepas dari hambatan-hambatan hukum. Jadi saya lihat komitmen Panwas untuk memberantas politik uang sangat baik.

 

Kalau KPU, ini bukan teritori mereka, karena ini pidana. KPU kan hanya boleh menindak dan men-enforce sanksi administratif. Jadi mereka tidak terlibat. Hanya mungkin yang kami sayangkan bahwa harusnya KPU bisa proaktif untuk memberikan peringatan dan mengingatkan para kandidat. Karena, sinyalemen dan indikasi politik uang ini selalu ada di setiap Pemilu. Harusnya KPU memberikan himbauan moral.

 

Panwas selalu mengatakan sangat sulit sekali mengungkap politik uang, apa sedemikian sulit?

 

Kalau kami lihat dari jumlah kasus yang kami rekam, memang sangat sulit. Pada Pemilu Legislatif kemarin, ICW dan TI hanya bisa mengingkap sekitar 120 kasus. Sekarang jauh lebih menurun menjadi hanya sekitar 50 kasus.

 

Ini membuktikan bahwa pendeteksian politik uang semakin sulit. Para politisi semakin canggih dan lihai melakukan politik uang. Sehingga memang harus butuh pendekatan-pendekatan inovatif untuk menjerat mereka. Tapi meski sulit, bukan berarti tidak mungkin.

 

Apa strategi ICW untuk mengungkap politik uang?

 

Kita harus melakukan investigatif monitoring. Jadi kami melakukan undercover (penyamaran), masuk ke dalam struktur mereka untuk melihat pola, pelaku, besaran uangnya yang diberikan. Hanya dengan itu kami bisa merekam dan mencatat.

 

Panwas tentu akan sulit melakukan itu. Makanya saya pikir, panwas dan kami sebagai pemantau saling mendukung dan komplementer. Jadi kami berharap kami bisa menemukan dan Panwas bisa menindaklanjuti melalui proses hukum.

 

Apa masukan ICW untuk perbaikan di masa yang akan datang?

 

Pertama dari peraturan, jelas kita harus merevisi aturan yang ada, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan dana kampanye dan politik uang. Itu harus lebih detail lagi untuk Pemilu 2009, atau bahkan untuk Pemilu kepala daerah nanti.

 

Kedua, harus ada edukasi politik bagi masyarakat supaya mereka jangan sampai mau menerima politik uang. Karena mereka terima sekarang recehan, tapi nanti konsekuensinya  kita kebobolan miliaran.

 

Salah satu bentuk kejahatan pemilu yang penting untuk diungkap dan diberantas adalah politik uang. Perbuatan tersebut bukan hanya berpengaruh pada segi jurdil pemilu, tapi praktek politik uang secara umum bisa merusak cita-cita demokratisasi di Indonesia secara keseluruhan.

 

Sayangnya, untuk mengungkap praktek politik uang tidak mudah. Bahkan sangat-sangat sulit dalam prakteknya di lapangan. Seperti yang dialami oleh Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu, selaku lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi, mengungkap, dan menindaklanjuti praktek politik uang untuk diteruskan kepada pihak kepolisian.

 

Dalam beberapa kesempatan, anggota Panwas Pemilu berulang kali menyatakan kesulitannya mengungkap praktek politik uang. Bahkan, meski lembaga itu mempunyai bukti-bukti berupa rekaman tertulis maupun rekaman gambar serta saksi-saksi yang mengaku melihat terjadinya praktek politik uang.

 

Untuk mengetahui seberapa pentingnya mengungkap praktek politik uang dalam Pemilu, reporter hukumonline menemui Lucky Jani, wakil koordinator Indonesia Coruption Watch (ICW). Lucky, bersama beberapa rekannya di ICW dan Transparansi Internasional (TI) Indonesia memang dikenal aktif mengungkap praktek politik uang sejak Pemilu legislatif lalu.

Tags: