Lindungi Direksi dari Jerat Hukum: Business Judgment Rule Jawabannya!
Utama

Lindungi Direksi dari Jerat Hukum: Business Judgment Rule Jawabannya!

Justifikasi parameter legal soal BJR, dapat dilihat pada UU PT yang mengatur batasan-batasan tertentu soal kapan direksi dan komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas risiko keputusan atau tindakan pengawasan yang telah mereka ambil.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Di Pengadilan itulah Pemegang Saham yang menggugat harus membuktikan dalilnya bahwa manajemen tidak memperhatikan BJR dalam pengambilan keputusan,” kata Hikmahanto.

 

Kasus Direksi/Komisaris/Jajarannya Pernah Lolos dengan BJR?

Untuk mengantisipasi diseret-seret dalam masalah hukum atau sekalipun terseret namun bisa berhasil lolos dengan BJR, Ketua Komisi Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Mas Achmad Daniri, menyebut bahwa Direksi/Komisaris sangat perlu melakukan kajian internal secara mendalam terkait apakah ada risiko-risiko yang mungkin bisa timbul (dari risiko paling tinggi sampai paling ringan) setiap saat ketika direksi ingin mengambil suatu kebijakan. Misalnya berdasarkan hasil pengkajian internal, jika Direksi tak mengambil keputusan itu perusahaan bisa terancam pailit, itu juga termasuk salah satu alasan pembenar atas kebijakan Direksi.

 

Tak hanya terhenti dalam kajian internal saja, pendokumentasian hasil kajian internal hingga pembentukan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal perusahaan dalam pengambilan kebijakan juga teramat penting dilakukan. Dalam praktiknya, memang banyak persoalan muncul lantaran dokumentasi pengambilan keputusannya tak jelas atau tak lengkap. Tak sekadar iming-iming, kepada hukumonline Daniri menyebut hal itu pernah dibuktikan dalam sebuah kasus yang melibatkan Komisaris Utama sebuah Bank BUMN yang berhasil bebas dari jeratan hukum lantaran memiliki dokumentasi yang begitu rapi.

 

“Semuanya terdokumentasi dengan baik dan rapi sehingga mudah diperlihatkan bahwa apa yang dia jalankan sudah benar, akhirnya dia bebas,” ungkap Daniri.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, contoh lain ditemukan dalam Putusan No. 130 PK/Pid.Sus/2013 berupa bebasnya eks pejabat Bank Mandiri, Fachrudin Yasin (Group Head Corporate Relationship) dan Roy Ahmad Ilham (Group Head Credit Approval). Awalnya, kredit yang digelontorkan Fachrudin dan Roy kepada PT Arthabima Textindo dan PT Arthamustika Textindo dianggap Jaksa dilakukan secara melawan hukum dan tanpa melalui prosedur dan syarat yang ditentukan Bank.

 

Singkat Cerita, dua pejabat ini bebas di Pengadilan tingkat pertama, Dihukum 5 Tahun di tingkat kasasi, Tidak diterima pada PK Pertama oleh hakim agung Artidjo Alkostar, hingga akhirnya diputus bebas dalam PK Kedua. Dalam proses PK Kedua, terkuak bukti baru yang menunjukkan para pejabat itu telah berhati-hati mengambil kebijakan pengucuran kredit, diantara bukti baru yang dihadirkan seperti Surat Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia kepada Ketua BPPN tertanggal 20 Juni 2000, Nota No. CGR/CRM.3.109/2002 tertanggal 17 Juni 2002, Nota CGR/CRM.2.275/2002, Surat Edaran Bank Bandiri No. 006/KRD/RMN.POR/2002 tertanggal 24 Desember 2002 tentang Kebijakan Pengambilalihan Aset Kredit dari BPPN.

 

Sekalipun ‘ada’ sedikit kasus yang menunjukkan keberhasilan implementasi BJR, tetap saja lebih banyak kasus yang gagal lantaran lemahnya pengetahuan aparat penegak hukum soal keberlakuan prinsip BJR di Indonesia. Untuk itu, Daniri menganjurkan bahwa terhadap para Hakim maupun Jaksa perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi soal BJR ini. Hal itu menjadi penting, lantaran secara praktik masih saja ada aparat penegak hukum yang ‘hanya sekedar tahu’ atau bahkan ‘tidak tahu sama sekali’ soal eksistensi prinsip BJR ini dalam pertanggungjawaban Direksi/Komisaris.

Tags:

Berita Terkait