Laporan Keuangan Dua Kementerian Masih Disclaimer
Berita

Laporan Keuangan Dua Kementerian Masih Disclaimer

Namun, opini pada kementerian/lembaga (KL) secara keseluruhan menunjukkan peningkatan.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Ketua BPK Hadi Purnomo katakan laporan keuangan<br> dua kementerian masih Disclaimer. Foto: Sgp
Ketua BPK Hadi Purnomo katakan laporan keuangan<br> dua kementerian masih Disclaimer. Foto: Sgp

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada beberapa persoalan dalam Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) di tahun 2010. Bahkan, dua kementerian ada yang mendapatkan opini disclaimer. Kedua kementerian tersebut adalah Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

 

Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan Kemendiknas dan Kemenkes tidak memiliki laporan keuangan yang sesuai Standard Akuntansi Pemerintahan (SAP), penyajian pelaporan kurang lengkap, tidak patuh terhadap undang-undang, serta lemah dalam Sistem Pengendalian Internal (SPI).

 

“Itu karena laporan keuangan tidak sesuai SAP, full penyajiannya kurang lengkap, ketidakpatuhan perundang-undangan, dan SPI-nya lemah,” katanya, Selasa (31/5).

 

Di luar dua kementerian yang masih berada di posisi disclaimer, opini pada kementerian/lembaga (KL) secara keseluruhan menunjukkan peningkatan. Opini atas laporan keuangan KL yang merupakan elemen utama Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menunjukkan kemajuan signifikan.

 

Secara umum, jumlah KL yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK telah meningkat dengan pesat, dari 35 pada 2008, menjadi 45 pada 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 KL. Sedangkan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2010 yang untuk pertama kalinya diberikan opini, langsung mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

 

Namun, BPK menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam LKPP 2010. Menurut Hadi, ada enam permasalahan terkait kelemahan pengendalian intern.

 

Pertama, pelaksanaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal. Kedua, adanya inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam penghitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil Migas. Ketiga, penerimaan hibah langsung oleh kementerian/lembaga (KL) masih dikelola di luar mekanisme APBN.

Halaman Selanjutnya:
Tags: