KPK Beri Penjelasan Soal Polemik Tes Wawasan Kebangsaan
Utama

KPK Beri Penjelasan Soal Polemik Tes Wawasan Kebangsaan

Wadah Pegawai menganggap asesmen TWK menyalahi UU dan putusan MK.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit

“Kami menerima resiko dicaci dan dimaki tapi lebih baik daripada dipuji tapi menutupi-nutupi. Untuk 75 nama kami sampaikan melalui sekjen setelah surat keputusan keluar, karena kami tidak ingin menebar isu, kedua kami menghormati HAM, karena kalau kami umumkan akan berdampak pada anak, istri, cucu, besan, mertua di kampungnya. Kalau nama yang beredar, silahkan anda tanya siapa yang menebar nama-nama itu,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Novel Baswedan sendiri meyakini jika salah satu nama yang tidak memenuhi syarat adalah dirinya. “Iya, diyakini benar, jumlahnya benar 75, ada beberapa nama yang sudah kita tahu benar ada,” ujar Novel kepada Hukumonline.

 Tes Wawasan Kebangsaan tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK. Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan Pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.

Langgar UU dan putusan MK

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menilai Ssejak awal sikap Wadah Pegawai terkait TWK jelas tertuang dalam surat yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada tanggal 4 Maret 2021 Nomor 841 /WP/A/3/2021 serta penjelasan dalam berbagai forum yaitu TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan Pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis.

Kemudian TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan   perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan bahkan UU KPK itu sendiri karena UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK. TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan.

“Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban? Tes Wawasan Kebangsaan tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya,” kata Yudi.

Tak hanya itu acuan TWK jadi syarat kelulusan alih pegawai juga tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan kemarin (4/5) ditegaskan pada halaman 340. “Oleh karenanya, Mahkamah perlu menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan maksud adanya Ketentuan Peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut,” ujar Yudi mengutip putusan itu.

Berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK.

“Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks intsitusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberntasan korupsi harus ditolak,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait