Konflik Organisasi Advokat Indonesia, Tradisi Tiada Akhir Warisan Leluhur
Feature

Konflik Organisasi Advokat Indonesia, Tradisi Tiada Akhir Warisan Leluhur

Sejak tahun 1970-an, 1980-an, 1990-an, hingga 2000-an. Masih terus berlanjut.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 8 Menit

PSHK mencatat tidak ada data ditemukan soal organisasi advokat selain Balie van Advocaten dan PERPI pada masa itu. Baru pada masa 1959-1960 muncul organisasi advokat yang didirikan advokat Indonesia di Jawa Tengah. Organisasi advokat Indonesia skala lokal ini selanjutnya bermunculan di Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya dengan nama Balai Advokat.

Organisasi Advokat Nasional

Awal tahun 1960-an menjadi titik awal lahirnya organisasi advokat dengan skala nasional. Persatuan Advokat Indonesia/PAI resmi berdiri 14 Maret 1963 dalam rangkaian Seminar Hukum Nasional. Ketua pertamanya adalah Mr.Loekman Wiriadinata. PAI ini disepakati para pendirinya hanya bersifat sementara dalam rangka mewujudkan wadah tunggal organisasi advokat nasional.

Setahun kemudian, Persatuan Advokat Indonesia menggunakan singkatan baru Peradin setelah dibentuk lewat Kongres khusus di Solo. Peradin dinyatakan berdiri pada 30 Agustus 1964. Peradin mengupayakan konsistensi Indonesia sebagai negara hukum pasca tumbangnya Orde Lama di tahun 1966.

Orde Baru mempercayai Peradin dengan penegasan secara politik sebagai satu-satunya organisasi advokat Indonesia. Namun, Peradin berani bersikap kritis pada kemandegan Orde Baru membangun demokrasi. Terjadi kerenggangan dengan Orde Baru terutama pada tahun 1977 saat kongres Peradin meneguhkan jati diri sebagai organisasi perjuangan.

Visi organisasi perjuangan itu membuat sejumlah tokoh Peradin yang pro Orde Baru mengundurkan diri. Tidak hanya mundur, mereka juga mendirikan Himpunan Penasehat Hukum Indonesia/HPHI. “Dukungan moril dan kelembagaan yang pernah diberikan pada 1966 secara diam-diam ditarik kembali,” demikian tertulis dalam laporan riset PSHK.

Ketua Tim laporan Riset PSHK itu, Binziad Kadafi menyebut sejak saat itu bermunculan banyak organisasi advokat selain Peradin. Dimulai dari HPHI, selanjutnya disusul Forum Studi dan Komunikasi Advokat/Fosko Advokat, Bina Bantuan Hukum/BBH, Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum/Pusbadhi dan lain-lain dalam waktu berdekatan. “Tidak begitu jelas motivasi serta kebutuhan organisasi-organisasi tersebut,” kata peneliti yang biasa disapa Dafi itu dalam laporan riset PSHK.

Dalam perkembangannya, wibawa Peradin turun perlahan karena para anggotanya tidak bisa didisiplinkan berkomitmen pada Peradin. Puncaknya, Pemerintah berusaha melebur Peradin dengan organisasi-organisasi advokat yang ada. Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Jaksa Agung Ismail Saleh, dan Menteri Kehakiman Ali Said mengusulkan peleburan itu pada kongres Peradin di Bandung pada tahun 1981.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait