Klausula Hitam dan Pembatasan Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Lisensi
Kenny Wiston, SH, LL.M(*)

Klausula Hitam dan Pembatasan Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Lisensi

Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bacaan 2 Menit
Klausula Hitam dan Pembatasan Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Lisensi
Hukumonline

 

Dalam membuat suatu kesepakatan para pihak tidak boleh membuat perjanjian yang dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Jadi, bagaimanapun juga, asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tetap ada batas-batasnya. Hal ini disebabkan karena kesusilaan dan hukum tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itulah dalam Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum.

 

Klausula Hitam

 

Insan Budi Maulana dalam bukunya Lisensi Paten (Citra Aditya Bakti, Bandung 1996) mengemukakan tiga pembatasan yang terdapat di dalam perjanjian lisensi, yakni pembatasan yang tidak dapat digolongkan sebagai praktik dagang yang tidak jujur (klausula putih), pembatasan yang mungkin dapat digolongkan sebagai praktik dagang yang tidak jujur (klausula abu-abu) dan pembatasan yang amat mungkin digolongkan sebagai praktik dagang yang tidak jujur (klausula hitam).

 

Pembatasan yang dapat digolongkan sebagai klausula hitam atau praktik dagang yang tidak jujur, antara lain; membatasi harga penjualan kembali dari produk-produk yang dipatenkan, membatasi harga penjualan dari produk-produk yang dipatenkan, mengharuskan penerima lisensi untuk tidak menangani produk-produk yang bersaing, atau untuk tidak menggunakan teknologi bersaing setelah berakhirnya atau dihentikannya perjanjian lisensi.

 

Direktorat Jenderal HKI wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana tersebut di atas. Perjanjian Lisensi harus dicatatkan di Daftar Umum, dan apabila tidak dicatatkan maka perjanjian lisensi tersebut tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Semua ketentuan tersebut dapat di lihat pada seperangkat perundang-undangan HKI.

 

Namun, seperangkat perundang-undang HKI tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut tentang batasan-batasan apa yang dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia.

 

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

 

Untuk menilai apakah suatu ketentuan dalam perjanjian lisensi dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, dapat digunakan sebagai acuan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, Perjanjian Lisensi dan HKI dikecualikan dari Undang-Undang ini. Jelas terlihat adanya tumpang tindih (over lapping) diantara dua rezim hukum ini.

 

Apabila terjadi sengketa, dapatkah si licensor atau licensee diadukan ke KPPU? Berwenangkah KPPU untuk memeriksa perkara tersebut? Timbul pro dan kontra diantara pakar hukum. Sebagian pakar hukum berpendapat, bisa saja dan sebagian tidak!

 

Pakar hukum yang pro memposisikan klausula hitam diantara HKI dan UU Anti Monopoli. Apabila suatu perjanjian lisensi memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia dan/atau mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat maka dapat diperkarakan ke KPPU. Intinya adalah ketentuan yang mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia dan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, bukan HKI atau perjanjian lisensinya!.

 

Sebaliknya, bagi yang kontra, akan sangat mudah mengajukan exceptie atas dasar kewenangan absolut dimana HKI dan perjanjian lisensi termasuk juga perjanjian waralaba dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999 sehingga KPPU tidak berwenang untuk memeriksa pengaduan dan laporan yang masuk ke KPPU.

 

Terlepas dari permasalahan tersebut, Direktorat Jenderal HKI akan tetap menolak permohonan pencatatan perjanjian lisensi apabila memuat ketentuan yang dilarang sebagaimana telah diamanatkan oleh UU HKI.

 

Kekosongan Hukum

 

Nah, apa pegangan Direktorat Jenderal HKI untuk menolak permohonan pencatat perjanjian lisensi yang memuat klausula hitam atau ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan persaingan usaha tidak sehat? Sampai saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur. Artinya, perlu adanya instrumen hukum yang mengatur secara jelas dan rinci untuk itu.

 

Penilaian tentang sesuatu ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia ini, menurut sebagian pakar hukum, dapat didekati dari sisi moneter, fiskal, dan perdagangan pada umumnya.  Perlu juga dibuat suatu pedoman tentang klausula putih, klausula abu-abu, dan klausula hitam dalam ketentuan tersebut sehingga baik licensor dan licensee maupun Ditjen HKI mengetahui batas-batas mana yang boleh dan mana yang tidak boleh diperjanjikan di dalam sebuah perjanjian lisensi.

Ketentuan tersebut secara tegas diatur di dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yaitu Undang-Undang Paten, Undang-Undang  Merek, Undang-Undang Hak Cipta, Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang Rahasia Dagang, Undang-Undang Desain Industri, dan Undang-Undang Tata Letak Sirkuit Terpadu.

 

Pembatasan yang memuat ketentuan yang menimbulkan akibat yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di dalam perjanjian lisensi tersebut oleh sebagian pakar hukum dikenal dengan istilah klausula hitam.

 

Lantas bagaimana dengan pengecualian Hak atas Kekayaan Intelektual dari Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sesuai dengan ketentuan Pasal 50 UU No.5 Tahun 1999? Dapatkah si Licensor ataupun Licensee diadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)? Bukankah Perjanjian Lisensi merupakan inter partes agreement yang timbul atas dasar kesepakatan para pihak yang bersifat horizontal dan timbal balik? Bukankah HKI merupakan hak monopoli yang diberikan oleh negara untuk pemiliknya selama jangka waktu yang telah ditetapkan Undang-undang? Apakah dengan demikian kebebasan berkontrak atas hak monopoli dapat dibatasi?

 

Pembatasan Kebebasan Berkontrak

Pemegang atau pemilik lisensi (licensor) dapat membuat perjanjian dengan penerima lisensi (licensee) mengenai apa saja sesuai dengan kehendak mereka berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Yang jelas, licensor memiliki hak monopoli dan dapat melarang, mengizinkan atau mengalihkan HKI-nya berdasarkan perjanjian kepada pihak ketiga. Apabila demikian, apakah berarti bahwa tidak ada pembatasan atau tidak dapat dilakukan pembatasan terhadap penerapan asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian lisensi?

 

Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan Setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Apakah pasal tersebut di atas harus ditafsirkan seolah-olah para pihak dapat membuat suatu persetujuan mengenai apapun sesuai dengan kehendak kedua pihak tersebut?

Tags: