Klaster-klaster dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan
Utama

Klaster-klaster dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan

RUU Omnibus Law ini disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Menko Airlangga siap menyampaikan laporan hasil pembahasan Omnibus Law kepada Presiden RI, termasuk penyelesaian Naskah Akademik dan draft RUU Omnibus Law, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI. "Kemudian paralel dengan pembahasan bersama DPR RI nanti, kita juga akan mulai menyiapkan regulasi turunannya," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM bersama dengan Badan Legislasi DPR RI pada tanggal 5 Desember 2019 lalu telah menetapkan kedua RUU Omnibus Law ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas Tahun 2020. Pemerintah pun turut mengapresiasi keterlibatan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dalam proses penyusunan dan konsultasi publik Omnibus Law. Telah dibentuk Satuan Tugas Bersama (Task Force) yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur K/L, Pemda, Akademisi, serta dari KADIN sendiri.

 

"Pemerintah melibatkan KADIN dalam pembahasan Omnibus Law untuk mendapatkan masukan dan usulan agar substansi Omnibus Law selaras dengan kebutuhan pelaku usaha," tuturnya.

 

(Baca Juga: Percepat RUU Omnibus Law, Presiden Disarankan Bentuk Tim Ahli)

 

Selain itu Airlangga kembali menegaskan, hambatan utama dalam peningkatan investasi dan daya saing adalah terlalu banyaknya regulasi, baik pada tingkat pusat dan daerah (hiper regulasi) yang mengatur sektor atau bidang usaha. Regulasi tersebut menyebabkan terjadinya disharmoni dan tumpang tindih di tataran operasional di berbagai sektor.

 

Maka itu diperlukan penerapan metode Omnibus Law, yakni pembentukan 1 (satu) UU yang mengubah berbagai ketentuan yang diatur dalam berbagai UU lainnya. Dengan demikian, berbagai hambatan dapat diselesaikan dalam satu UU.

 

"Karena apabila deregulasi dilakukan secara biasa (business as usual) yaitu dengan mengubah satu-persatu UU, sulit untuk menyelesaikan berbagai hambatan investasi yang ada dan membuka ruang untuk investasi baru yang lebih luas," papar Menko Perekonomian.

 

Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menambahkan, setidaknya ada 3 (tiga) manfaat dari penerapan Omnibus Law. Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait