Kisah Upaya Kriminalisasi Dua Pengurus oleh Pihak Berutang
Berita

Kisah Upaya Kriminalisasi Dua Pengurus oleh Pihak Berutang

Tuduhan pencemaran nama baik yang mendera mereka didasarkan alat bukti berupa laporan yang dibuat oleh tim pengurus terhadap proposal perdamaian yang diajukan PT. Meranti Maritime sebagai debitur untuk menyelesaikan kewajibannya.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Atas perintah hakim pengadilan niaga, diangkatlah dua pengurus yakni Tommy Siregar dan Syahrial Ridho. Lantas atas usulan dari salah satu kreditur, pada bulan Desember 2015 terjadi penambahan dua pengurus yakni Allova H. Mengko dan Dudi Primedi. Pada bulan Februari 2016, Pengurus membuat laporan kepada hakim pengawas yang menyatakan PT. Meranti Maritim sudah tidak bisa lagi beroperasi di bidang usaha perkapalan. Dua pengurus yakni Tommy Siregar dan Syahrial Ridho kemudian mengundurkan diri. Pada bulan Maret 2016, PT. Meranti Maritime membuat laporan kepada pihak kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik yang dilakukan Allova Mengko dan Dudi Primedi dengan bukti laporan tertulis terhadap proposal permohonan yang diajukan PT. Meranti Maritime.Proposal perdamaian yang diajukan oleh PT. Meranti Maritime berisi rencana pembangunan sejumlah properti di Jakarta, yakni pembangunan gedung perkantoran di kawasan Sudirman yang nantinya akan disewakan dan hasilnya digunakan untuk membayar utang kepada kreditur separatis. Terhadap proposal perdamaian yang diajukan debitur, tim pengurus memberikan pendapat ihwal apakah proposal perdamaian sesuai standar kelayakan atau tidak, dan melaporkannya secara tertulis kepada hakim pengawas. Namun sebenarnya, menurut Allova, yang berhak memutuskan apakah proposal perdamaian yang diajukan debitur diterima atau tidak adalah kreditur. Pengurus tidak bisa membuat keputusan karena sifatnya hanya memfasilitasi. Hakim Pengawas bertindak mengawasi prosesnya. Jika debitur keberatan dalam prosesnya, debitur melaporkan ketidaksesuaian prosesnya kepada Hakim Pengawas. Dalam kasus ini, PT. Meranti sebagai debitur justru melaporkan pengurus kepada pihak kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik. Tuduhan itu berdasar atas laporan yang dibuat secara tertulis berisi pendapat pengurus terhadap proposal perdamaian yang diajukan debitur.Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilangsungkan pada 7 Juni 2016, Tim Kuasa Hukum dari Allova Mengko dan Dedi Primadi menyatakan bahwa perkara ini tidak layak dan tidak cukup bukti. “Predikat crime belum cukup untuk dimasukkan ke dalam tindak pidana,” kata mereka. Tim Kuasa Hukum juga berpendapat bahwa penetapan status tersangka atas Allova Mengko dan Dedi Primadi tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri dan Peraturan Kabareskrim yang mengatur mengenai proses penetapan tersangka. “Seharusnya sebelum menetapkan status seseorang sebagai tersangka, penyidik meminta keterangan pihak terlapor terlebih dulu, dengan status bukan sebagai saksi, tetapi sebagai pihak yang perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Penetapan tersangka hanya berdasakan kesaksian ahli pidana dari pihak debitur.” ujar pendapat mereka. Atas itu, tim kuasa hukum meminta perkara ini dihentikan.Menanggapi permasalahan ini, Ketua Asosiasi Kurator Pengurus Indonesia (AKPI), James Purba sangat menyayangkan penyidik menerima laporan yang tidak berdasar. Hal yang sama juga dikemukakan Ketua Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI), Soedeson Tandra. Menurutnya, Penyidik seharusnya mengundang organisasi profesi untuk meminta keterangan, apakah dalam tindakannya pengurus telah melanggar kode etik profesi atau tidak.Pemidanaan terhadap kurator ini bukanlah kasus pertama. Sebelumnya pemidanaan juga terjadi pada bekas kurator Krymco Ali Sumali Nugroho dan Iskandar Zulkarnain, serta eks kurator PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Jandri Onasis Siadari. Keduanya divonis bebas oleh hakim. Landasan hakim dalam memutus bebas dua perkara sebelumnya, selain berdasarkan kewenangan Pengurus yang diatur dalam UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, juga berdasarkan Pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana apabila melakukan pekerjaan atas perintah undang-undang.
Tags:

Berita Terkait