Kilas Balik Pengadilan Tipikor Daerah, Setetes Asa Setelah Tujuh Tahun
LIPUTAN KHUSUS

Kilas Balik Pengadilan Tipikor Daerah, Setetes Asa Setelah Tujuh Tahun

Ada dua model yang sedang disiapkan untuk ditawarkan agar penanganan korupsi di daerah semakin baik.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
“Jadwal sidang tidak tepat waktu sesuai agenda yang ditentukan pada sidang sebelumnya,” ujar Mohammad Soleh yang melakukan pemantauan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pertengahan September lalu. 
Tak hanya itu. Kualitas jaksa dan hakim yang menangani perkara juga kerap jadi sorotan. Muhdasin yang melakukan pemantauan di Pengadilan Tipikor Makassar punya cerita tersendiri. “Kadang pernah kami dapatkan Jaksa Penuntut Umum hadirkan ahli, tapi ahli yang dihadirkan itu tidak mengusai isu yang disidangkan. Sehingga haim sempat marah kenapa jaksa menghadirkan ahli ini, tapi parahnya lagi tetap diperiksa saja. Itu yang jadi masalah. Akhirnya itu berpengaruh pada putusan hakim tentunya,” ujar Muhdasin.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin justru menilai bahwa pembentukan pengadilan tipikor di daerah sudah cukup efektif. Hanya saja, lanjutnya, memang perlu bagaimana dilakukan secara terus menerus peningkatan kualitas secara internal. “Pengadilan tipikor di daerah adalah kepanjangan tangan dalam berbagai penegakan hukum,” ujarnya. 
“Kalau berpusat di Jakarta kan tidak menghemat biaya buat mereka yang di daerah,” ujar pria yang ikut membidani kelahiran UU No.49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor ini. 
Lebih lanjut, Aziz memang tidak menutup mata bahwa ada beberapa hakim tipikor di daerah yang terjerat kasus korupsi. Namun, menurutnya, hal itu bisa diatasi bila pengawasan oleh MA berjalan dengan baik. “Itu kan tinggal bagaimana pengawasan di bawah MA, dan bagaimana administrasi kepaniteraan menuju sistem teknologi supaya masyarakat mudah mengetahui perkembangan perkara,” tukasnya. 
“Soal masih adanya hakim yang korup, kalau permainan oknum tidak bisa kita katakan seluruh institusi. Semua pasti ada celah, makanya harus diawasi. Tinggal bagaimana pengawasan internal dan berkelanjutan menggunakan sistem IT,” pungkasnya. 
Nilai Perkara dan Level Terdakwa
Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan LeIP Arsil mengatakan sejak awal pembentukan pengadilan tipikor di daerah memang sudah diprediksi bakal menimbulkan masalah. Ia mengatakan dengan semakin banyaknya pengadilan tipikor yang dibentuk, maka akan semakin banyak hakim yang dibutuhkan, terutama hakim ad hoc tipikor. Mencari hakim ad hoc yang benar-benar berkualitas, lanjutnya, bukan hal yang mudah. 
Halaman Selanjutnya:
Tags: