Ketika Bisnis Ring Tone Terganjal Hukum
Berita

Ketika Bisnis Ring Tone Terganjal Hukum

Perdebatan yang muncul adalah apakah bisnis ring tone terkait dengan mechanical right atau performing right. Ujung-ujungnya, siapa yang berhak memberi dan menarik royalti tersebut?

IHW
Bacaan 2 Menit
Ketika Bisnis Ring Tone Terganjal Hukum
Hukumonline

 

Pelanggaran Hak Cipta

Di persidangan, JPU menjerat Djoni dengan dakwaan berlapis. Pada dakwaan primair, Djoni dianggap melanggar Pasal 72 Ayat (1) UU Hak Cipta. Sementara dakwaan subsidair merujuk pada ketentuan Pasal 72 Ayat (2) UU Hak Cipta.

 

Pasal 72

(1)         Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2)         Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 

Belakangan terungkap bahwa digerebeknya tempat usaha Djoni berawal dari laporan Ahmad Dhani, pentolan grup band Dewa 19 dan Pasha, vokalis grup band Ungu. Mereka merasa keberatan dengan aktivitas Download Mania yang dianggap telah memperbanyak lagu tanpa seizin penciptanya. Ujung-ujungnya memang menunjuk ke masalah pembagian royalti.

 

Dalam perjanjian lisensi antara Djoni dengan YKCI memang disebutkan mengenai kewajiban pembayaran royalti. Masalahnya, Ahmad Dhani dan Pasha tidak tercatat sebagai pencipta yang memberi kuasa kepada YKCI untuk memungut royalti. Artinya, besar kemungkinan Ahmad Dhani dan Pasha tidak kecipratan gemerincing rupiah bisnis Download Mania.

 

Grey Area

Masalah lain yang mengerucut pada perkara ini adalah perkara klasik, yaitu mengenai kewenangan si pemungut royalti yakni YKCI. Pasalnya, YKCI dianggap hanya memiliki hak memungut royalti dari aspek performing alias hak untuk mengumumkan atas suatu karya cipta.

 

UU Hak Cipta memang mengenal pembedaan antara hak untuk mengumumkan (performing right) dengan hak untuk memperbanyak (mechanical right). Namun, diantara keduanya tidak diberikan batasan dan definisi yang tegas. Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UU Hak Cipta memang merinci kegiatan apa saja yang termasuk dalam keduanya. Namun lagi-lagi tidak dibedakan secara tegas.

 

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.

Dalam pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.

 

Dalam sertifikat lisensi yang diberikan YKCI, disebutkan bahwa Djoni antara lain berhak untuk mengumumkan dan memperjualbelikan lagu. Di sinilah persoalan itu muncul. Bagi JPU, sertifikat itu semakin menunjukan kalau YKCI tidak memiliki mechanical right. Sementara aktivitas bisnis Download Mania juga dianggap menyerempet mechanical right. Karena lagu-lagu yang ada di database Download Mania akhirnya tersebar banyak ke para pengguna handphone, kata JPU Hendro.

 

Pernyataan JPU Hendro disanggah Sugianto Sulaiman, penasehat hukum Djoni. Mechanical right atas ring tone masih belum diatur, ujar Sugianto dalam pleidoinya. Mencuplik asas hukum nullum delictum noela puena sene praevia lege poenalli -yang lebih kurang berarti tiada seseorang dapat dipidana sebelum ada aturannya terlebih dulu- Sugianto meminta agar majelis hakim membebaskan Djoni.

 

Selain itu, Sugianto juga menceritakan bahwa tidak pernah ada satu pihak pun yang merasa memegang mechanical right memberi teguran kepada Djoni. Terdakwa tidak mengetahui dan tidak menginshafi adanya perbedaan antara mechanical right dan performing right. Jadi tidak bisa langsung dipidana. Lagi pula, belum pernah ada satu pihak pun yang mensosialisasilan mengenai mechanical right atas ring tone, urainya.

 

Lebih lanjut, Sugianto menyayangkan pendapat JPU yang menyatakan YKCI hanya berhak atas performing right. Kalau begitu harus kemana lagi? Kan belum ada lembaga yang berhak memungut royalti atas mechanical right. Apa iya terdakwa harus mendatangi jutaan orang pencipta lagu untuk meminta izin atas mechanical right? tandasnya.

Djoni Tan mungkin tidak pernah membayangkan kejadian yang menimpanya saat ini. Alih-alih mencari keuntungan dari bisnisnya memperjualbelikan nada panggil telepon (ring tone), ia malah berurusan dengan  hukum. Ia kini sedang duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan dakwaan melakukan pelanggaran hak cipta.

 

Kini Djoni tinggal menghitung hari menunggu ketukan palu vonis dari hakim. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menjatuhkan tuntutan (requisitor) kepada Djoni dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp3 juta subsidair tiga bulan kurungan. JPU menganggap Djoni terbukti melanggar Pasal 72 Ayat (1) UU No 19/2002 tentang Hak Cipta.

 

Perkara Djoni berawal ketika di tahun 2005 ia berkeinginan membuka usaha pengisian (download) lagu ke telepon genggam sebagai ring tone. Untuk memuluskan bisnisnya, ia mendatangi Ditjen Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Depkumham untuk bertanya seputar perizinan hak cipta atas sejumlah lagu. Oleh Ditjen HKI, Djoni disarankan untuk datang ke Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Karena katanya YKCI adalah lembaga yang berwenang memberikan izin atau lisensi atas hak cipta, kata Djoni saat membaca nota pembelaannya (pleidoi), Senin (19/5).

 

YKCI kemudian merespon kedatangan Djoni dengan membuat perjanjian lisensi. Sejak itu, Djoni resmi membuka gerainya di ITC Roxi Mas, ITC Depok, Tamini Square dan Blok M Plaza. Ia memberi nama usahanya 'Download Mania'.

 

Tapi tanpa diduga, pada November 2007, tempat usaha Djoni digerebek oleh Direktorat Eksus Bareskrim  Mabes Polri. Sejumlah peralatan dan perlengkapan Download Mania diangkut polisi sebagai barang bukti. Djoni memang sempat mengajukan praperadilan terhadap Mabes Polri. Namun upayanya kandas.

Halaman Selanjutnya:
Tags: