Keputusan RUPS Persero:Keputusan TUN atau Pemegang
Kolom

Keputusan RUPS Persero:Keputusan TUN atau Pemegang

Meskipun telah go public, komposisi pemegang saham PT Telkom Tbk. (Telkom) mayoritas dimiliki oleh negara Indonesia. Yakni, negara Republik Indonesia (51,19 %), pemodal nasional (5%), dan pemodal asing (43,81%) (sumber: website telkom.co.id per 30 November 2002). Ini berarti bahwa Telkom termasuk dalam kategori persero.

Bacaan 2 Menit

Secara sepintas, hak suara Meneg BUMN melalui SK-nya selaku pemegang saham Persero dalam RUPS telah memenuhi unsur sebagai Putusan TUN tersebut di atas. Namun apabila kita kaji lebih lanjut, ada beberapa hal yang melemahkan anggapan tersebut di atas, sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Pertama, Pasal 1 angka 2 UUPTUN mendefinisikan Badan atau Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hak suara yang timbul sebagai pemegang saham Persero adalah bukan melaksanakan urusan pemerintahan, melainkan dalam rangka melaksanakan hak perdata negara (bukan kewenangan TUN) sebagai pemegang saham yang tunduk pada UUPT dan anggaran dasar Persero yang masuk dalam urusan hukum perdata (korporasi).

Kedua, pada prinsipnya, UUPT memberikan hak suara bagi setiap pemegang sahamnya. Namun demikian, dimungkinkan dalam anggaran dasar PT ditetapkan lebih dari satu klasifikasi saham. Misalnya dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas atau tanpa hak suara (Pasal 46 ayat 4 UUPT).

Hak suara khusus diberikan pada pemegang saham yang biasanya pemegang saham pendiri yang berupa mengusulkan dan/atau menetapkan anggota Direksi dan Komisaris, hak untuk menyetujui atau menolak (semacam hak 'veto') perseroan dalam melakukan merger, konsolidasi, akuisi, dan likuidasi.

Namun, UUPT tidak membedakan bahwa hak khusus, sebagaimana di atas, dimungkinan berdasarkan pemilikannya. Yaitu, negara atau nonnegara (privat), pendiri atau nonpendiri. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa hak suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham adalah dalam kedudukannya sebagai subyek hukum perdata, meskipun itu dimiliki oleh negara. Sebagai subyek hukum perdata, Meneg BUMN selaku wakil pemerintah sebagai pemegang saham Persero adalah suara di keluarkannya bukanlah putusan TUN.

Ketiga, hak suara khusus yang dimiliki pemegang saham dalam UUPT adalah bukan karena dimiliki oleh negara, tapi karena diatur dalam anggaran dasar berdasarkan kesepakatan para pemegang saham (Pasal 46 ayat 4 UUPT). Oleh karena itu, posisi negara sebagai pemegang saham adalah sebagai subyek hukum perdata (korporasi). Hal ini secara implisit dinyatakan Pasal 2 ayat 3 UU No.9/1969  dan Pasal 3 PP No.12/1998 dan pasal 3 PP No.12/1998 yang menegaskan bahwa Persero tunduk pada UUPT (yang merupkan wilayah hukum perdata (korporasi)), sebagaimana tersebut di atas.

Keempat, konsekuensi tunduk pada UUPT, maka kedudukan PP No.64/2001 yang di antaranya memberikan kuasa kepada Meneg BUMN untuk mewakili negara sebagai pemegang saham dalam RUPS adalah tidak ubahnya dan sederajat dengan surat kuasa yang diberikan pemegang saham partikelir (nonnegara) pada PT (dalam hal ini Telkom) kepada pemegang sahamnya untuk mewakilinya dalam RUPS.

Tags: