Ke Mana Sebaiknya Ahli Waris Korban Kecelakaan Lion Air Menuntut Keadilan?
Berita

Ke Mana Sebaiknya Ahli Waris Korban Kecelakaan Lion Air Menuntut Keadilan?

Pengadilan berwenang menghitung kerugian materiil maupun immateriil yang berbeda-beda dari masing-masing ahli waris korban.

M-28
Bacaan 2 Menit

 

“Sebatas wanprestasi yang dilakukan saat transaksi. Misalnya ada keterlambatan, gagalnya keberangkatan penumpang, kehilangan barang, atau hak-hak lain semisal adanya pertemuan keluarga yang gagal dihadiri atau klien, itu bisa dimintakan kompensasi,” kata Joko Kundaryo kapada Hukumonline saat dihubungi secara terpisah. Kompensasi ini hanya bisa diberikan bila ada pihak konsumen yang mengadu kepada BPSK.

 

Bila berkaitan dengan ganti kerugian yang dituntut oleh ahli waris penumpang, BPSK mengaku tidak memiliki kewenangan. “Ini karena domainnya sudah berbeda, domain terkait asuransi ini bukan kewenangan BPSK selama pemberian ganti kerugian ini berjalan dengan baik,” tambahnya. Ia juga mengamini keterangan David Tobing yang mengatakan bahwa BPSK tidak bisa menghitung kerugian immateriil, “BPSK tidak boleh meminta ganti kerugian immateriil kepada pelaku usaha sekalipun itu diadukan oleh pihak konsumen.”

 

Sementara itu, Sudaryatmo selaku Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat bahwa sejauh ini pengadilan lebih efektif bagi ahli waris penumpang untuk menuntut ganti kerugian. “BPSK tidak memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian immateriil yang dituntut ahli waris kepada pihak maskapai. Sehingga bila memang ingin menuntut ganti kerugian immateriil maka harus lewat pengadilan,” kata Sudaryatmo kepada Hukumonline.

 

Sudaryatmo juga menguraikan bahwa untuk kerugian immateriil ini, antara satu ahli waris dan lainnya tentu berbeda. Ia berpandangan bahwa pengadilan harus mampu mempertimbangkan mengenai besaran ganti kerugian immateriil antara korban yang belum berkeluarga dan yang sudah berkeluarga.

“Kerugian immateriil antara korban yang single dan yang sudah berkeluarga tentu berbeda. Bila yang menjadi korban adalah sosok suami atau kepala rumah tangga, otomatis seharusnya ada tanggungan untuk istri dan anak-anaknya,” ucap Sudaryatmo. Ia juga menambahkan bahwa kompensasi ini harus diberikan dengan memperhitungkan usia pensiun dan pendidikan anak-anak korban sampai mandiri.

Tags:

Berita Terkait