Jadi Polemik, PSHK Desak Pembahasan Revisi Keempat UU MK Dihentikan
Utama

Jadi Polemik, PSHK Desak Pembahasan Revisi Keempat UU MK Dihentikan

Perubahan Keempat UU MK dinilai menunjukkan iktikad buruk pembentuk undang-undang. Hal ini dikarenakan perubahan itu disusun melalui proses yang senyap, tertutup, tergesa-gesa, minim partisipasi publik, serta substansinya kental dengan kepentingan politik.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

“Pembersihan” tersebut ditujukan kepada lima hakim konstitusi, terutama terhadap tiga hakim konstitusi yang sebelumnya menyampaikan dissenting opinion pada Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 karena tidak sejalan dengan pemangku kekuasaan, yaitu Saldi Isra, Eni Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.

Rinciannya sebagai berikut: Saldi Isra telah menjabat selama tujuh tahun, diusulkan oleh Presiden; Eni Nurbaningsih telah menjabat selama enam tahun, diusulkan oleh Presiden; Suhartoyo telah menjabat selama sembilan tahun, diusulkan oleh Mahkamah Agung; Arief Hidayat telah menjabat selama sebelas tahun, diusulkan oleh DPR; dan Anwar Usman telah menjabat selama 13 (tiga belas) tahun, diusulkan oleh Mahkamah Agung.

Untuk melanjutkan sisa masa jabatan, lanjut Fajri, kelima hakim konstitusi tersebut harus memperoleh restu dari lembaga pengusul, yang mana sarat akan konflik kepentingan. Persoalan prosedural dan substantif dari Perubahan Keempat UU MK menunjukkan niat buruk DPR dan Presiden untuk meruntuhkan pilar-pilar demokrasi dan konstitusi yang dicitrakan pada MK.

Atas dasar tersebut, PSHK mendesak hal-hal berikut: pertama, DPR dan Presiden menghentikan pembahasan Perubahan Keempat UU MK karena substansi rancangan undang-undang sama sekali tidak ditujukan untuk memperkuat kewenangan dan kelembagaan MK; kedua, fraksi dan anggota Komisi III yang tidak dilibatkan dalam Pembicaraan Tingkat I bersikap tegas untuk menolak proses pembahasan dan pengesahan Perubahan Keempat UU MK; dan ketiga MK secara tegas mengingkari Perubahan Keempat UU MK, terutama terkait klausul evaluasi hakim konstitusi oleh lembaga pengusul karena mengganggu independensi dan imparsialitas hakim konstitusi.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi pada masa reses sudah mendapatkan izin pimpinan DPR. "Itu sudah saya cek, ada izin pimpinannya," kata Sufmi Dasco Ahmad di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5), dikutip dari Antara.

RUU tentang MK, kata dia, telah disetujui Komisi III DPR RI bersama Pemerintah untuk dibawa ke Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI. Persetujuan itu diambil pada hari Senin (13/5) dalam rapat kerja bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Polhukam) dan Komisi III DPR.

"Keputusan sudah diambil antara Pemerintah dengan DPR, tinggal dilanjutkan di paripurna," ujarnya.

Dengan masa sidang yang masih panjang, Dasco optimistis RUU tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dapat disahkan menjadi undang-undang.

Tags:

Berita Terkait