Islamisasi RUU KUHP Bukan Mau Menerapkan Hukum Islam
Berita

Islamisasi RUU KUHP Bukan Mau Menerapkan Hukum Islam

Rancangan Undang-Undang KUHP baru dinilai kental dengan pengaruh Islam. Tetapi tim penyusun menganggapnya sebagai mispersepsi. Butuh waktu lama untuk sampai pada tahap pengesahan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 420 RUU tegas menyebut "Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, dan karenanya mengganggu perasaan kesusilaan masyarakat setempat dipidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II". Tetapi pelaku tidak akan dituntut kecuali ada pengaduan dari anggota keluarga hingga derajat ketiga, kepala adat atau kepala desa setempat.

 

Masalah kesusilaan lain yang dinilai terpengaruh Islam adalah pasal-pasal tentang larangan kumpul kebo, homoseks, perkawinan sejenis dan pornografi. Tetapi dari segi hukuman, sama sekali tidak mengacu kepada hukum pidana Islam.

 

Tetapi harus diingat bahwa tidak semua anggota tim penyusun setuju dengan pasal-pasal susila tersebut. Pasal tentang larangan seks di luar nikah, misalnya, konon mendapat tentangan dari Prof. Andi Hamzah dan Prof. Sahetapy.

 

Andi Hamzah mengaku punya pengalaman menarik mengenai sikapnya menentang delik zina di luar nikah. Sewaktu tim penyusun meminta masukan dari sejumlah kalangan di aula Badan Pembinaan Hukum nasional (BPHN), Andi sempat dihujat dan ditunjuk-tunjuk oleh seorang ulama. Andi, yang berasal dari Bugis, dinilai bersikap aneh. "Anda adalah Islam Bugis, kok menentang larangan zina dan kumpul kebo," begitu tudingan sang ulama, seperti diceritakan kembali Andi Hamzah kepada hukumonline.

 

Pengaruh Islam tampaknya bukan hanya berkutat pada pasal susila, melainkan juga pembunuhan. Menurut konsep KUHP sekarang, seorang pelaku pembunuhan berat praktis dihukum karena dianggap merugikan seluruh masyarakat. Tetapi di Indonesia, kerugian lebih banyak dirasakan keluarga. Menurut konsep Islam, anggota keluarga korban pembunuhan punya andil menentukan hukuman kepada pelaku, atau justeru memberikan maaf.

 

Dalam tulisannya di milis Jaringan Islam Liberal (JIL) Nadirsyah Hosen menulis bahwa dalam pidana Islam, penerimaan dari keluarga korban dapat menggugurkan tuntutan pidana. "Unsur tobat dan maaf mendapat porsi yang cukup luas dalam pidana Islam," tulisnya.

 

Konsep maaf (afwan) ini memang sejalan dengan konsep al-Qur'an. "Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang yang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu permaafan dari saudaranya, hendaklah ia mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah ia memberi diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula�"

Halaman Selanjutnya:
Tags: