Islamisasi RUU KUHP Bukan Mau Menerapkan Hukum Islam
Berita

Islamisasi RUU KUHP Bukan Mau Menerapkan Hukum Islam

Rancangan Undang-Undang KUHP baru dinilai kental dengan pengaruh Islam. Tetapi tim penyusun menganggapnya sebagai mispersepsi. Butuh waktu lama untuk sampai pada tahap pengesahan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Abdul Gani, selama ini telah terjadi salah pandang, mispersepsi atas isu Islamisasi RUU KUHP. Islamisasi KUHP tidak berarti menerapkan hukum Islam. "Selama ini ada salah paham," kata Gani kepada hukumonline, di sela-sela rapat Pansus RUU Integrated Justice System di Senayan, Senin (17/11) pekan lalu.

 

Menkeh Yusril Ihza Mahendra memberi contoh sederhana mengenai hal ini. Kata dia, Islam tidak mengenai sistem pidana penjara. Maka, sistem hukum Belanda-lah yang diadopsi.  

 

Islamisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia diakui atau tidak sebenarnya bukan barang baru. Sekedar menyebut, ada UU Zakat, UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, dan yang sempat menimbulkan kontroversi massal UU Sistem Pendidikan Nasional. Terakhir, dan tampaknya akan menimbulkan pro kontra baru, adalah RUU tentang Kerukunan Umat Beragama.

 

Delik kesusilaan

Banyak pasal yang selama ini dianggap merujuk kepada konsep hukum Islam. Pengaruh Islam paling jelas terlihat pada pasal-pasal kesusilaan, khususnya perzinahan. Draft RUU malah memperkenalkan istilah baru bernuansa islami, yaitu pasal permukahan (overspel, adultry).

 

"Kami mengganti definisi perzinaan dari hukum Belanda ke hukum Islam," aku Yusril terus terang. Hasilnya? Semula pasal kesusilaan hanya sembilan belas (281-298), kini di RUU terdapat tiga puluh pasal (411-441). Pasal-pasal kesusilaan dirancang oleh dua anggota tim, Prof. Muladi dan Prof. Barda Nawawi Arief.

 

Menurut Prof. Andi Hamzah, anggota tim penyusun RUU, jika Jepang dan hampir seluruh Eropa telah mencabut delik permukahan dari KUHP mereka karena dipandang sebagai victimless crime, maka di Indonesia justeru diperluas. Selain memperjelas makna permukahan dan zina, ancaman pidananya pun dinaikkan dari maksimum 9 bulan menjadi lima tahun penjara.

 

Dengan konsep KUHP lama (yang sekarang berlaku), delik zina hanya bisa dikenakan kepada mereka yang salah satunya sudah menikah. KUHP tidak bisa menjerat perzinahan yang dilakukan oleh pasangan muda mudi atas dasar suka sama suka. Tetapi kini, dengan masuknya pasal baru, pasangan muda-mudi tadi bisa dipidana. Ini merupakan adopsi pandangan Islam mengenai zina. Tim penyusun memasukkan aturan ini, sebagaimana diakui Prof. Muladi, melihat dampak banyaknya muda-mudi yang hamil di luar nikah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: