Instruksi Khusus Presiden ke Para Menteri dalam Penanganan Gempa Bumi di Lombok
Berita

Instruksi Khusus Presiden ke Para Menteri dalam Penanganan Gempa Bumi di Lombok

Selain memberikan instruksi umum kepada 31 pejabat termasuk di antaranya 19 menteri Kabinet Kerja, Presiden Jokowi melalui Inpres No.5 Tahun 2018 juga memberikan instruksi khusus kepada sejumlah pejabat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 


Pasal 7 ayat (2) menyebutkan, “Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi: a. jumlah korban; b. kerugian harta benda; c. kerusakan prasarana dan sarana; d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan”. Atas dasar itulah Mardani berpendapat berbagai persyaratan dalam menetapkan bencana nasional oleh pemerintah telah terpenuhi mulai ayat (2) huruf a hingga e.

 

Sedangkan aturan turunan dari UU 24/2007 yakni Peraturan Presiden No.17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu mengatur jelas pelaksanaanya. Yakni diatur dalam Pasal 3 PP 17/2018 misalnya memberikan ke Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam penyelengaraan penanggulangan bencana.

 

Termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat bencana sampai batas waktu tertentu, setelah mendapatkan keputusan dalam rapat koordinasi antarkementerian/lembaga yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator yang membidangi koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana.

 

Penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut dilakukan pada kondisi adanya potensi bencana dengan tingkat maksimum, telah terjadi evakuasi/penyelamatan/pengungsian atau gangguan fungsi pelayanan umum yang berdampak luas terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Berbeda dengan Mardani, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menilai dalam menetapkan bencana nasional dengan merujuk ketentuan Pasal 7 ayat (2) tidaklah cukup. Sebab masih tedapat indikator yang sulit diukur. Yakni, kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah, mampu atau sebaliknya. Begitu pula dengan jajaran di bawah mampu tidaknya dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.

 

Menurutnya, berbeda dengan Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional disebabkan pemerintah daerah yakni tingkat provinsi, kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda mengalami colaps alias tidak berdaya. Walhasil, penangananya pun diserahkan ke pemerintah pusat.

 

Dengan begitu, pemerintah kala itu pun menetapkan Tsunami Aceh sebagai bencana nasional.  Konsekuensinya, terhadap semua tugas pemerintah daerah diambil alih oleh pemerintah pusat. Termasuk pemerintahan umum, tak saja permasalahan bencana. Yang pasti, kata Sutopo, pemerintah daerah NTB pun tetap bergerak dan menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat.

 

“Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah pusat pasti membantu,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait