Instruksi Khusus Presiden ke Para Menteri dalam Penanganan Gempa Bumi di Lombok
Berita

Instruksi Khusus Presiden ke Para Menteri dalam Penanganan Gempa Bumi di Lombok

Selain memberikan instruksi umum kepada 31 pejabat termasuk di antaranya 19 menteri Kabinet Kerja, Presiden Jokowi melalui Inpres No.5 Tahun 2018 juga memberikan instruksi khusus kepada sejumlah pejabat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden saat meninjau gempa bumi di Lombok beberapa waktu lalu. Foto: Setkab
Presiden saat meninjau gempa bumi di Lombok beberapa waktu lalu. Foto: Setkab

Desakan agar masyarakat agar pemerintahan Joko Widodo -Jusuf Kalla menjadikan gempa yang dialami kepulauan Lombok Nusa Tenggara Barat menjadi bencana nasional, direspons dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan wilayah terdampak di Provinsi NTB.  Kepastian itu diucapkan Presiden Joko Widodo seusai bertandang ke Gedung Pusat Dakwa Muhamadiyah, Kamis (23/8) kemarin.

 

(Baca Juga: Inilah Inpres Soal Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi di Lombok)

 

Seperti dikutip dari laman Setkab, Sabtu (25/8), selain memberikan instruksi umum kepada 31 pejabat termasuk di antaranya 19 menteri Kabinet Kerja, Presiden Jokowi melalui inpres tersebut juga memberikan instruksi khusus kepada sejumlah pejabat.

 

Kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) misalnya, Presiden secara khusus menginstruksikan melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur publik sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas pendidikan, kesehatan, agama, dan fasilitas penunjang perekonomian serta prasarana dasar yang terkena dampak gempa bumi.

 

“Menggunakan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi diktum KETIGA poin 5b Inpres tersebut.

 

Presiden juga menginstruksikan Menteri PUPR bertanggung jawab dan mengawasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas pendidikan, kesehatan, agama, dan fasilitas penunjang perekonomian serta prasarana dasar yang terkena dampak gempa bumi itu.

 

Sementara terkait pendanaan, Presiden menginstruksikan Menteri PUPR untuk mengusulkan kebutuhan anggaran untuk percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019.

 

Instruksi ke Sejumlah Menteri

Khusus kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Presiden menginstruksikan untuk memfasilitasi ketersediaan anggaran yang berkaitan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 termasuk APBD Perubahan Tahun Anggaran 2018, dan dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019.

 

Sedangkan kepada Menteri Agama (Menag), Presiden menginstruksikan untuk berkoordinasi dengan BNPB, Menteri PUPR dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana ibadah dan pendidikan agama.

 

Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Presiden menginstruksikan untuk berkoordinasi dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana pendidikan yang rusak akibat bencana. “Melakukan pemulihan fungsi proses belajar mengajar di kabupaten/kota dan wilayah terdampak bencana,” bunyi sambungan instruksi khusus Presiden kepada Mendikbud sebagaimana tertulis dalam diktum KETIGA poin 8b Inpres tersebut.

 

(Baca Juga: Soal Penetapan Status Bencana Nasional, Begini Aturannya)

 

Khusus kepada Menteri Kesehatan (Menkes), Presiden menginstruksikan untuk berkoordinasi dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana kesehatan dan prasarana kesehatan. Selain itu, Presiden menginstruksikan kepada Menkes untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, rehabilitasi medis, dan kefarmasian kepada masyarakat korban bencana.

 

Adapun kepada Menteri Sosial (Mensos), Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan rehabitasi sosial dan perlindungan sosial kepada masyarakat di kabupaten/kota dan wilayah terdampak bencana, dan berkoordinsi dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana dan prasarana rehabilitasi sosial dan perlindungan sosial.

 

Khusus kepada Menteri ESDM, Presiden menginstruksikan untuk menjamin ketersediaan listrik dan bahan bakar minyak, melakukan kajian daerah rawan gempa bumi dan memberikan rekomendasi, dan berkoordinsi dengan dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi.

 

Untuk Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Presiden secara khusus menginstruksikan untuk melaksanakan pengelolaan informasi dan komunikasi publik terhadap percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi.

 

(Baca Juga: MA Data Kerusakan Gedung dan Korban Warga Peradilan Akibat Gempa Lombok)

 

Presiden juga memberikan instruksi khusus kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat bencana. “Melaksanakan pemulihan prasarana dan sarana pertanian yang rusak akibat bencana,” bunyi instruksi khusus Presiden kepada Menteri Pertanian dalam Inpres tersebut.

 

Sedangkan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Presiden menginstruksikan untuk mengoptimalkan peran serta BUMN untuk mendukung percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi.

 

Untuk Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM), Presiden menginstruksikan melaksanakan restrukturisasi usaha koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah yang rusak, dan berkoordinsi dengan dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana dan prasarana koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.

 

Khusus kepada Menteri Perdagangan, Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pemulihan kegiatan perdagangan untuk mempercepat pemulihan ekonomi di kabupaten/kota dan wilayah terdampak bencana, dan berkoordinasi dengan dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi untuk sarana dan prasarana perdagangan.

 

Sementara kepada Menteri Keuangan, Presiden secara khusus menginstruksikan untuk memberikan fasilitasi dan dukungan proses revisi anggan atas usulan kementerian/lembaga untuk penyelesaian percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi; memberikan fasilitasi dan dukungan pengalokasian anggaran atas usulan Kepala BNPB untuk percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempabumi; memberikan fasilitasi dan dukungan pengalokasian dan pencairan dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh BNPB; dan memberikan fasilitasi dan dukungan proses serah terima aset hibah barang milik negara yang dibangun dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

 

Sedangkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Presiden menginstruksikan untuk melakukan fasilitasi percepatan penyelesaian pengadaan tanah dan tata ruang dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi; berkoordinasi dengan Kepala BNPB, Menteri PUPR, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi.

 

Presiden meminta kepada para menteri di atas untuk melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab. “Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan,” bunyi diktum KEENAM Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018, yang dikeluarkan di Jakarta pada 23 Agustus 2018.

 

Polemik Penetapan Bencana Nasional

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera berpandangan gempa Lombok sedianya sudah layak ditetapkan sebagai bencana nasional. Yakni dengan mengacu pada Pasal 7 UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Menurutnya aturan tersebut sudah jelas menerangkan secara gambang bagi pemerintah dalam menetapkan bencana nasional di suatu daerah yang mengalami bencana.

 


Pasal 7 ayat (2) menyebutkan, “Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi: a. jumlah korban; b. kerugian harta benda; c. kerusakan prasarana dan sarana; d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan”. Atas dasar itulah Mardani berpendapat berbagai persyaratan dalam menetapkan bencana nasional oleh pemerintah telah terpenuhi mulai ayat (2) huruf a hingga e.

 

Sedangkan aturan turunan dari UU 24/2007 yakni Peraturan Presiden No.17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu mengatur jelas pelaksanaanya. Yakni diatur dalam Pasal 3 PP 17/2018 misalnya memberikan ke Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam penyelengaraan penanggulangan bencana.

 

Termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat bencana sampai batas waktu tertentu, setelah mendapatkan keputusan dalam rapat koordinasi antarkementerian/lembaga yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator yang membidangi koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana.

 

Penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut dilakukan pada kondisi adanya potensi bencana dengan tingkat maksimum, telah terjadi evakuasi/penyelamatan/pengungsian atau gangguan fungsi pelayanan umum yang berdampak luas terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Berbeda dengan Mardani, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menilai dalam menetapkan bencana nasional dengan merujuk ketentuan Pasal 7 ayat (2) tidaklah cukup. Sebab masih tedapat indikator yang sulit diukur. Yakni, kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah, mampu atau sebaliknya. Begitu pula dengan jajaran di bawah mampu tidaknya dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.

 

Menurutnya, berbeda dengan Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional disebabkan pemerintah daerah yakni tingkat provinsi, kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda mengalami colaps alias tidak berdaya. Walhasil, penangananya pun diserahkan ke pemerintah pusat.

 

Dengan begitu, pemerintah kala itu pun menetapkan Tsunami Aceh sebagai bencana nasional.  Konsekuensinya, terhadap semua tugas pemerintah daerah diambil alih oleh pemerintah pusat. Termasuk pemerintahan umum, tak saja permasalahan bencana. Yang pasti, kata Sutopo, pemerintah daerah NTB pun tetap bergerak dan menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat.

 

“Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah pusat pasti membantu,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait