Inkonsistensi Sikap MA dalam Perkara Narkotika
Kolom Arsil

Inkonsistensi Sikap MA dalam Perkara Narkotika

Inkonsistensi penafsiran dan penerapan hukum pada dasarnya saja saja mendorong adanya ketidakpastian.

Bacaan 2 Menit

 

Independensi hakim, mungkin itu argumentasinya. Tiap hakim memiliki kebebasan dalam memutus. Ya, tentu. Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana hakim ditingkat judex facti harus memutus jika di kemudian hari menghadapi kasus yang serupa dengan 3 kasus di atas? Putusan mana yang harus diikuti jika tak ingin pertimbangannya dikatakan “salah dalam menerapkan hukum” oleh Mahkamah Agung?

 

Bagaimana juga advokat harus menjawab pertanyaan dari klien atau keluarganya, apakah kliennya akan dikenakan pasal penyalahgunaan narkotika atau kepemilikan/penguasaan? “Kenapa si anu kenanya pasal anu sementara saya kenanya pasal ini padahal kasus kami serupa”? Bagaimana menjawab pertanyaan semacam ini?

 

Inkonsistensi penafsiran dan penerapan hukum pada dasarnya saja saja mendorong adanya ketidakpastian. Sesuatu yang hendak diminimalisir oleh keberadaan hukum itu sendiri. Inkonsistensi putusan khususnya di tingkat Mahkamah Agung membuat Mahkamah Agung menggerus kewibawaannya sendiri.

 

Teringat saya dengan perkataan mantan Ketua Hoge Raad, Corstens, beberapa tahun yang lalu saat datang ke Indonesia, independensi hakim memang penting, namun yang patut diingat oleh para hakim di Mahkamah Agung (di negara manapun) adalah bahwa fungsi kasasi (yang merupakan fungsi utama dari Mahkamah Agung) adalah menjaga kesatuan penerapan hukum.

 

Para hakim agung seharusnya bisa mengesampingkan ego, mahzab, atau yang lainnya dan menyadari bahwa keberadaan institusinya adalah untuk menjaga kesatuan penerapan hukum. Karena jika tidak maka yang terjadi hanyalah ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

 

Ke depan, permasalahan inkonsistensi putusan harus dapat diselesaikan oleh Mahkamah Agung. MA harus mulai menyadari bahwa bagaimana sikap hukumnya atas suatu permasalahan tidak hanya akan berdampak pada para pihak yang berperkara itu sendiri, namun juga terhadap para hakim di bawahnya, jaksa, advokat dan masyarakat secara luas.

 

Arsil, Pemerhati Hukum

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait