Inkonsistensi Implementasi Putusan MK tentang Pembubaran BP Migas
Kolom

Inkonsistensi Implementasi Putusan MK tentang Pembubaran BP Migas

SKK Migas secara konsep tampak tidak berbeda dengan BP Migas dan berpotensi besar untuk dibatalkan melalui judicial review ke Mahkamah Agung atau digugat ke pengadilan.

Bacaan 2 Menit

MK juga berpendapat bahwa KKS dan bentuk kontrak kerjasama lain tidak bertentangan dengan UUD 1945 dengan syarat menguntungkan negara, memberi manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan tidak melanggar prinsip penguasaan negara menurut konstitusi.

3. Posisi BUMN
Dalil Pemohon menyatakan Pasal 9 UU Migas dapat bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 karena BUMN hanya menjadi salah satu pemain dalam pengelolaan minyak dan gas sehingga BUMN harus bersaing di negaranya sendiri untuk dapat mengelola minyak dan gas. Menurut MK dalil tersebut tidak tepat karena hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional untuk berpartisipasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Ditambah dengan keputusan MK yang menyatakan bahwa BP Migas bertentangan dengan konstitusi sehingga posisi BUMN menjadi strategis karena akan mendapatkan hak pengelolaan dari Pemerintah dalam bentuk izin pengelolaan atau bentuk lainnya.

Pemohon juga mendalilkan bahwa konsep pemecahan organisasi secara vertikal dan horizontal (unbundling) sebagaimana Pasal 10 dan 13 UU Migas bertentangan dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945 karena mengurangi kedaulatan negara. Hal ini juga tidak dapat diterima oleh MK karena putusan MK No. 002/PUU-I/2003 tertanggal 21 Desember 2004 telah mempertimbangkan bahwa pemisahan (unbundling) kegiatan usaha tidak berlaku bagi BUMN sehingga sejak saat itu justru penguasaan negara menjadi semakin kuat.

Dalil Pemohon berikutnya menyatakan bahwa KKS adalah perjanjian internasional sehingga pemberitahuan KKS secara tertulis kepada DPR telah mengingkari kedaulatan rakyat dan mengingkari keikutsertaan rakyat sebagai pemilik kolektif sumber daya alam. Menurut MK, KKS adalah kontrak yang bersifat keperdataan dan tunduk pada hukum keperdataan dan pemberitahuan kepada DPR justru menegaskan fungsi pengawasan DPR. Catatan Penulis, Pemohon bermaksud mengategorikan KKS sebagai perjanjian tertulis supaya KKS wajib mendapat persetujuan DPR bukan hanya pemberitahuan.

PutusanIstimewaMK
MK juga menimbang bahwa karena putusan ini menyangkut status BP Migas yang sangat penting maka MK perlu menentukan akibat hukum yang timbul setelah putusan ini diucapkan dengan pertimbangan bahwa putusan yang diambil oleh MK jangan sampai menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat mengacaukan kegiatan minyak dan gas Bumi. Bila keberadaan BP Migas secara serta merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat maka akan menganggu atau menghambat pelaksanaan kegiatan minyak dan gas bumi yang sedang berjalan karena kehilangan dasar hukum.

Oleh karena itu, MK harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan baru. MK memandang perlu untuk menegaskan akibat hukum putusan MK yang menyatakan bahwa putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Dengan demikian, MK menyatakan KKS yang telah ditandatangani dinyatakan oleh MK tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau pada masa lain sesuai dengan kesepakatan.

MK menimbang untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya lagi BP Migas maka MK perlu menegaskan organ negara yang akan melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan baru yaitu Pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan dalam hal ini Kementerian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang minyak dan gas. Segala hak serta kewenangan BP Migas setelah putusan MK dilaksanakan oleh Pemerintah atau badan usaha milik negara yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Tags:

Berita Terkait